OPINI
Bencana Alam yang Berulang Akibat Ulah Kapitalisme
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Belakangan ini, bencana banjir bandang dan longsor yang menerjang wilayah Sumatra, termasuk di bagian utara dan barat, telah merenggut ratusan jiwa. Jumlah korban tewas dilaporkan mencapai ratusan orang. Penyebabnya tidak hanya karena faktor curah hujan yang sampai pada puncaknya, banjir bandang terlihat sangat parah karena diiringi oleh menurunnya daya tampung wilayah.
Seperti dilansir CNN Indonesia dan BBC (26-12-2025), hingga 4 Desember 2025, bencana ini mengakibatkan 776 orang meninggal dunia, 564 orang hilang, dan 2.600 korban luka-luka, serta berdampak pada 3,2 juta jiwa di 50 kabupaten.
Akibat Kejam terhadap Alam
Bencana yang terjadi saat ini bukan karena faktor alam atau sekadar ujian dari Allah semata, tapi dampak kejahatan lingkungan yang telah berlangsung lama. Eksploitasi alam besar-besaran tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Misal pembukaan hutan secara masif untuk sawit, Hutan Tanaman Industri, pertambangan, atau infrastruktur yang mengabaikan keseimbangan ekologi. Akibatnya, daerah resapan hilang, struktur tanah melemah, dan risiko banjir longsor meningkat.
Semua itu tak lepas dari legitimasi kebijakan penguasa (pemberian hak konsesi lahan), obral izin perusahaan sawit kepada korporasi, bahkan di kawasan lindung dan hulu sungai. Ini membuat wilayah yang seharusnya dijaga berubah menjadi area eksploitasi sawit.
Bahkan izin tambang terbuka, yang merusak kontur tanah dan meracuni ekosistem.
Tambang batubara, mineral, dan emas sering dibiarkan tanpa reklamasi memadai. Lubang tambang ditinggalkan, tanah jadi labil, air tanah tercemar, dan aliran sungai berubah.
Pembiaran atau penghapusan aturan yang seharusnya dapat melindungi lingkungan tapi diabaikan. UU Minerba, UU Ciptaker, dan berbagai deregulasi lainnya justru melonggarkan syarat perizinan, menjarah hak milik rakyat atas nama pembangunan. Inilah yang dinamakan kerusakan yang dilegalisasi.
Sikap penguasa seperti ini sangat niscaya dalam sistem kapitalisme sekuler. Penguasa dan pengusaha kerap kongkalikong untuk menjarah hak milik rakyat atas nama pembangunan. Sungguh sistem kapitalisme sekuler adalah sistem rusak tidak salah jika melahirkan penguasa zalim.
Musibah banjir dan longsor di Sumatra adalah bukti nyata memperlihatkan bahaya akibat kerusakan lingkungan, terlebih dengan pembukaan hutan besar-besaran tanpa memperhitungkan dampaknya. Inilah efek dari negara meninggalkan hukum Allah atau sistem Islam dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat yang menderita, sedangkan pengusaha dan penguasa yang menikmati hasil hutannya.
Dalam QS. Ar-Rum: 41, Allah Swt. telah mengingatkan bahwa "telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia…” Dari sini, sebagai wujud keimanan, umat Islam harus menjaga kelestarian lingkungan.
Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan lingkungan, banjir besar, longsor, kekeringan, hilangnya hutan, punahnya spesies dan lain-lain. Hal ini bukan sekadar fenomena alam, tetapi buah dari keserakahan, eksploitasi berlebihan, dan sistem yang membiarkan kezaliman terhadap alam.
Hanya Islam yang Bisa Menjaga Hutan
Negara dalam sistem Islam harus menggunakan hukum Allah dalam mengurusi semua urusannya, termasuk tanggung jawab menjaga kelestarian alam dengan menata hutan dalam pengelolaan yang benar. Pengelolaan yang mengikuti syariat Allah dengan menjaga kelestarian hutan sebagai kepemilikan umum, melarang eksploitasi merusak, menerapkan konservasi terencana, melindungi kawasan rawan bencana, dan memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang merusak alam.
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya bertindak setelah bencana terjadi, tetapi mengeluarkan anggaran besar untuk pencegahan sejak awal. Negara akan melibatkan para ahli lingkungan untuk memetakan wilayah rawan, memperbaiki tata ruang, memperkuat daerah aliran sungai, dan menyediakan sistem peringatan dini yang efektif.
Aktivitas industri yang berpotensi memperparah risiko akan dicegah, sementara reboisasi dan rehabilitasi kawasan kritis dilakukan secara serius berdasarkan kajian para pakar. Semua langkah ini dilakukan karena menjaga nyawa rakyat adalah kewajiban syar’i, dan Islam mewajibkan pemimpin mengelola alam dengan ilmu yang tepat serta kebijakan yang benar.
Oleh karena itu, hanya dengan hukum Allah, negara dapat meminimalisir terjadinya banjir dan longsor yang menyengsarakan rakyat. Khalifah sebagai pemegang mandat dari Allah akan memastikan setiap kebijakannya berorientasi pada keselamatan umat dan perlindungan lingkungan dari segala bentuk dharar.
Karena itu, negara akan menyusun blueprint tata ruang yang komprehensif, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, memisahkan area permukiman, pertanian, industri, tambang, serta kawasan himmah yang wajib dijaga kelestariannya. Wilayah ini tidak boleh dieksploitasi karena memiliki fungsi penting bagi kelestarian alam dan kehidupan masyarakat. Dengan tata kelola seperti ini, Khilafah mampu memastikan alam tetap berada dalam keseimbangan dan masyarakat terlindungi dari bencana yang sebenarnya dapat dicegah.
Oleh sebab itu, hanya dengan sistem Islam bencana dapat dicegah dan alam kembali dikelola dengan benar. Sistem sekuler kapitalisme telah terbukti gagal menjaga manusia maupun lingkungan. Karena itu, sudah saatnya umat kembali pada seluruh aturan Allah tanpa kecuali. Hanya hal inilah yang menjamin keselamatan, keberkahan, dan kelestarian bumi bagi generasi hari ini dan generasi yang akan datang.
Wallahualam bissawab.
Via
OPINI
Posting Komentar