Opini
Hujan Lagi, Banjir Lagi, Siapa Peduli?
Oleh: Nia Novita Sari, S.Pd
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Hujan deras telah mengguyur kota Medan beberapa hari belakangan ini. Memasuki bulan Oktober ini, BMKG memperkirakan hujan yang akan berlangsung selama beberapa hari ke depan. Akibat hujan yang turun dalam waktu yang panjang menyebabkan sejumlah ruas jalan tergenang air hingga menimbulkan kemacetan di beberapa titik dan mengganggu aktivitas warga. Tak hanya itu warga yang tinggal di kawasan langganan banjir juga harap-harap cemas jika banjir menerobos masuk ke dalam rumah.
Fenomena ini bukanlah hal yang baru bagi warga Medan. Setiap kali hujan turun dalam jangka waktu yang lama, sejumlah kawasan mulai dari pinggiran hingga pusat kota Medan selalu tergenang air. Entah itu yang berasal dari genangan air di jalanan ataupun luapan air sungai. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kerugian bagi warga, secara material maupun aktivitas. Secara material, tentu saja barang-barang perabotan, kendaraan dan bangunan yang terendam banjir akan mengalami kerusakan.
Lalu secara aktivitas, terhambatnya mobilitas warga, para pekerja dan para siswa yang kesulitan berangkat kerja dan sekolah disebabkan oleh jalanan yang terendam air, sehingga kendaraan harus memutar arah atau terjebak macet berjam-jam karena mogok. Selain itu juga mempengaruhi aktivitas ekonomi, seperti pendistribusian barang yang juga mengalami keterlambatan, sehingga menyebabkan harga barang pokok terutama sayuran melonjak naik di pasaran, karena permintaan yang tak sebanding dengan stok yang ada. Dan ditemukan juga beberapa usaha rumahan terpaksa tutup karena genangan air masuk ke tempat usahanya.
Dikutip dari detik.com (11-10-2025), banjir yang melanda Kota Medan pada pertengahan bulan Oktober 2025 memiliki dampak yang cukup besar. Di mana tercatat sebanyak 7 kecamatan terdampak dengan 3.361 rumah terendam banjir, dengan lebih 10.841 warga yang harus mengungsi. Angka ini bukanlah angka yang sedikit, dan lagi kondisi hujan seperti ini akan terus kita hadapi sampai awal tahun depan nanti. Apakah warga harus tetap was-was setiap harinya karena hujan? Padahal hujan merupakan tanda berkah dan rahmat, bagaimana bisa malah hujan mendatangkan petaka?
Akar Masalahnya di mana?
Banjir adalah persoalan yang tak pernah selesai setiap tahunnya. Tak hanya Kota Medan saja, bahkan ibukota negara Indonesia banjir menjadi PR besar yang tak pernah usai masalahnya. Jika ditelusuri apakah semata-mata hujan menjadi penyebab langsung terjadinya banjir? Tentu saja tidak, hujan merupakan peristiwa alamiah yang terjadi dari dulu, bahkan hujan disebut sebagai pembawa keberkahan bagi manusia. Atau apakah karena warga yang membuang sampah sembarangan itu menjadi penyebab utama banjir? Memang benar itu juga merupakan salah satu faktor penyebab banjir, tapi itu hanyalah masalah cabangnya saja. Banyak daerah yang terbebas dari sampah juga turut terdampak banjir juga.
Jika kita menelisik lebih dalam maka akan kita temukan, banjir ini bukan hanya persoalan sampah saja, akan tetapi masalah buruknya tata kelola kota dan lingkungan. Kota Medan dialiri oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura seharusnya memiliki sistem pengendalian air yang memadai. Ditambah lagi Kota Medan yang semakin lama semakin padat oleh bangunan, dan minimnya ruang terbuka hijau dan pepohonan. Wilayah yang dulunya daerah resapan air kini berubah menjadi bangunan perumahan, pertokoan dan perkantoran sehingga membuat air hujan yang turun kehilangan tempat untuk meresap.
Pemerintah seharusnya tahu akar masalah ini, tapi seakan menutup mata. Alih alih menuntaskan masalah, pemerintah malah malah mengambil jalan tengah untuk menuntaskan masalah ini. Kerap kali pemerintah berkutat pada solusi jangka pendek seperti, pengerukan sungai, pembuatan kolam retensi dan pembangunan tanggul. Padahal upaya tersebut tak cukup, sebab jika volume air hujan berjumlah besar dan curah hujan yang tinggi, maka air dari sungai juga akan tetap meluap.
Kerap kali juga dilakukan pembangunan drainase di beberapa ruas jalan besar yang sering tergenang air. Namun sama nihilnya, seakan drainase itu hanyalah nama tak berfungsi. Banjir juga tetap melanda ruas jalan tersebut karena banyak drainase yang dibangun tanpa perencanaan yang matang dan tidak terhubung langsung ke saluran utama sehingga ketika hujan deras turun, air tidak mengalir sebagaimana mestinya malah menggenang dan meluap ke jalanan.
Masalah ini menunjukkan bahwa masalah banjir tidak hanya dapat diselesaikan dengan proyek fisik sementara, akan tetapi perlu pendekatan yang lebih jauh mengenai konsep tata ruang. Seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menyetujui proyek-proyek pembangunan di atas daerah resapan air apalagi dengan melakukan penebangan besar-besaran yang dapat mengakibatkan dampak buruk bagi warga. Seringkali ditemukan pembangunan yang mengabaikan AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan). Pemerintah tampak lebih sibuk mengejar pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi semata yang mana itu hanya tampak megah di permukaan saja.
Lampu hijau diberikan kepada para investor untuk membangun perumahan, pusat perbelanjaan, dan gedung-gedung tinggi hanya agar mendapatkan predikat sebagai ‘Smart City’. Lagi lagi warga yang menjadi korban, dan pemerintah hanya bisa menebar janji manis saja. Masalah banjir ini bukan lagi merupakan bencana musiman, melainkan potret dari kelalaian dan ketamakan pemerintah. Inilah cerminan dari penerapan sistem kapitalisme, dimana orientasinya hanya berfokus pada keuntungan semata, tanpa memperhatikan kemaslahatan umat.
Islam Punya Solusinya
Islam menegaskan dengan jelas bahwa bumi Allah adalah sesuatu yang harus dijaga dengan baik. Pemimpin punya andil besar terhadap penjagaan dan pemeliharaan tersebut. Pemimpin di dalam Islam merupakan ra’in yaitu pelayan umat, yang akan dimintai pertanggung jawaban atas segala urusan yang dipimpinnya. Sudah seharusnya sifat amanah melekat dalam diri pemimpin, sehingga ia tahu bahwa segala pembangunan yang menimbulkan kerusakan dan mendatangkan kemudhorotan tidak boleh dilakukan. Allah berfirman dalam Q.S. Al ‘Araf ayat 56 yang artinya “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
Dalam sistem Islam tata ruang kota dan lingkungan harus melalui perencanaan yang matang, di mana tidak mengganggu ekosistem alam dan tidak mengabaikan hak warga karena alam merupakan amanah yang Allah titipkan untuk dijaga, bukan sekadar objek eksploitasi.
Islam tidak melarang pembangunan infrastruktur, hanya saja pembangunan itu haruslah dilandaskan pada syariat Islam dan demi kemaslahatan umat bukan hanya demi keuntungan ekonomi semata. Negara Islam akan memastikan seluruh kebijakan yang diterapkan sesuai dengan rambu-rambu syariat. Islam juga memberikan batasan terhadap kepemilikan individu dan negara, mana yang boleh dimiliki oleh segelintir individu, dan mana yang harus dikelola oleh negara.
Hujan yang seharusnya rahmat malah menjadi bencana selama kita masih terus diatur oleh sistem yang rusak ini. Sudah saatnya kita berhenti menambal masalah dengan solusi sementara dan beralih kepada solusi yang sebenarnya, yaitu penerapan syariat Islam secara Kaffah, yang di mana akan melahirkan rahmat dan berkah dari Allah.
Via
Opini
Posting Komentar