Opini
Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Kekerasan dalam rumah tangga kian marak terjadi. Hal ini mencerminkan rapuhnya ketahanan keluarga. Keretakan keluarga pun berdampak langsung pada perilaku remaja yang semakin tidak terkendali, hingga memicu meningkatnya kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja.
Fakta di lapangan memperlihatkan betapa seriusnya persoalan ini. Di Malang, seorang suami siri tega membunuh dan membakar jasad istrinya sendiri. Di Dairi, Sumatera Utara, seorang ayah memperkosa anak kandungnya yang masih berusia 15 tahun. Sementara di Jakarta Utara, remaja 16 tahun mencabuli dan membunuh anak perempuan berusia 11 tahun
(BeritaSatu, 16 Oktober 2025).
Rangkaian kasus tragis ini menunjukkan bahwa kekerasan kini tidak lagi mengenal ruang: terjadi di rumah, dilakukan oleh orang terdekat, bahkan menular di kalangan remaja. Fenomena ini menjadi peringatan keras bahwa masyarakat tengah menghadapi darurat moral dan keruntuhan fungsi keluarga. Rumah yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya cinta dan kasih sayang, justru berubah menjadi ruang penuh luka dan trauma, sementara generasi muda tumbuh tanpa teladan dan kendali moral yang kuat
Sekularisme, Akar Persoalan Rumit
Akar dari semua persoalan ini sejatinya terletak pada sistem kehidupan yang menjauh dari nilai-nilai agama. Sekularisme telah menyingkirkan peran keimanan dari ruang sosial, menjadikan agama sekadar ranah pribadi. Akibatnya, keluarga kehilangan landasan takwa dan tanggung jawab moral yang semestinya menjadi penopang utama hubungan suami-istri dan pembinaan anak. Tanpa kesadaran spiritual, relasi keluarga mudah retak hanya karena persoalan sepele, sementara kekerasan kerap dijadikan pelampiasan emosi dan beban hidup.
Di samping itu, pendidikan sekuler-liberal juga ikut andil di dalamnya. Sistem pendidikan yang menanamkan paham kebebasan tanpa batas dan individualisme membuat anak tumbuh dengan ego tinggi dan minim empati. Mereka diajarkan untuk mengejar kebahagiaan pribadi, bukan membangun kepedulian sosial.
Dampaknya, nilai-nilai hormat, tanggung jawab, dan kasih sayang kian luntur, baik dalam rumah tangga maupun di kalangan remaja.
Tak hanya itu, gaya hidup materialistik yang ditanamkan sistem kapitalisme menjadikan ukuran kebahagiaan bersifat duniawi: harta, karier, dan kesenangan sesaat. Tekanan ekonomi dan tuntutan hidup seringkali memicu stres dan konflik rumah tangga, yang berujung pada kekerasan. Padahal, kebahagiaan hakiki tidak lahir dari materi, melainkan dari ketenangan hati yang dibingkai oleh keimanan.
Sementara, negara terlihat abai terhadap akar masalah. Undang-Undang KDRT yang ada saat ini hanya berfungsi sebagai alat penindakan hukum setelah kekerasan terjadi, bukan pencegahan yang menyentuh akar persoalan. Tanpa adanya perubahan sistemik yang mengembalikan peran agama sebagai tuntunan kehidupan. Bahkan pendidikan hari ini tanpa membentuk kepribadian mulia. Jika demikian, kekerasan akan terus berulang dalam bentuk yang sama, hanya pelakunya yang berganti.
Solusi Islam Solusi Hakiki
Islam memiliki sistem kehidupan yang paripurna dalam membangun keluarga, masyarakat, dan negara. Semua saling terikat dalam satu asas: akidah Islam. Dengan fondasi ini, setiap individu dibentuk agar bertakwa. Anak-anak dididik dalam suasana keimanan, bukan sekadar orientasi duniawi, di lingkungan keluarga maupun oleh negara.
Islam juga membangun ketahanan keluarga melalui keimanan. Dimana dalam pandangan Islam, keluarga bukan sekadar tempat tinggal bersama, melainkan madrasah ula— sekolah pertama yang membentuk kepribadian Islam pada diri anak. Kemudian suami berperan sebagai qawwam (pemimpin) yang bertanggung jawab memberi nafkah keluarga, melindungi, dan membina keluarganya dengan ketakwaan. Sedangkan istri berperan sebagai pendamping mulia, pengatur rumah tangga, dan pendidik generasi. Keduanya saling menasihati dalam ketaatan kepada Allah.
Oleh sebab itu, keluarga yang dibangun atas dasar keimanan dan ibadah akan memunculkan suasana kasih dan sayang, bukan kekerasan. Setiap perbedaan diselesaikan dengan nasihat, bukan amarah. Rasulullah ﷺ bersabda,
“𝘚𝘦𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢𝘯𝘺𝘢, 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢𝘬𝘶.” (HR. Tirmidzi).
Di samping itu Islam juga mewajibkan pendidikan berbasis akidah. Pendidikan Islam akan membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia, bukan sekadar orientasi duniawi. Anak dididik untuk mencintai ilmu, menghormati orang tua, dan takut kepada Allah dalam setiap perbuatan. Pendidikan seperti ini dimulai di rumah oleh orang tua, dilanjutkan di sekolah oleh guru, dan dijamin oleh negara sebagai kewajiban publik (maslahah ‘ammah).
Dengan sistem pendidikan Islam, remaja tidak akan tumbuh liar dalam kebebasan tanpa batas seperti sekarang. Mereka akan memahami bahwa hidup bukan untuk menuruti hawa nafsu, tetapi untuk mengabdi kepada Allah dan berkontribusi bagi masyarakat.
Islam menegakkan peran negara sebagai pelindung (raa’in), menjamin kesejahteraan dan keadilan sehingga keluarga tidak tertekan ekonomi. Negara
Juga berkewajiban menegakkan hukum syariat, membina masyarakat dengan dakwah. Disamping itu juga menghukum tegas pelaku tindak kekerasan, baik di ranah domestik maupun sosial, dengan aturan yang bersumber dari wahyu, bukan hasil kompromi manusia.
Dengan demikian, Islam menumbuhkan masyarakat yang peduli dan saling menasihati. Dalam konteks ini amar makruf nahi mungkar menjadi tradisi sosial. Warga saling menjaga, menasihati, dan melindungi dari keburukan. Budaya inilah yang akan mencegah munculnya kekerasan dan penyimpangan moral sejak dini.
Dengan demikian solusi Islam adalah solusi terbaik sepanjang jaman. Dengan demikian mengapa kita mencari solusi lain selain Islam? Bukankankah telah terbukti bahwa sistem hari ini melahirkan solusi yang semakin membuat rapuh ketahanan keluarga. Disamping itu, sebagai seorang hamba kita tidak layak mencari hukum selain hukum Allah. Kewajiban kita sekarang adalah memperjuangkan kembali tegaknya Islam, agar peradaban mulia kembali hadir di tengah-tengah kita semua.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar