SP
Etika Digital di Era Milenial
TanahRibathMedia.Com—Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 143, Allah menyebut umat Islam sebagai ‘ummatan wasathan’, yaitu umat yang adil, seimbang, dan menjadi teladan bagi manusia. Arti “tengah” di sini bukan hanya posisi, tetapi juga cara berpikir dan bertindak dengan bijak. Di era digital, nilai ummatan wasathan menjadi pedoman agar kita mampu menjaga etika, terutama dalam berkomunikasi di dunia maya yang penuh kebebasan dan tantangan moral.
Etika berkomunikasi sangat penting karena mencerminkan akhlak seorang muslim. Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di media sosial, kita harus menahan diri dari kata-kata kasar, fitnah, dan ejekan. Seorang ummatan wasathan berbicara dengan sopan, menulis dengan santun, dan menyebarkan hal yang membawa manfaat bagi orang lain.
Fenomena hoaks menjadi contoh ujian terbesar dalam etika digital. Banyak orang menyebarkan berita tanpa memeriksa kebenarannya. Padahal Allah berfirman,
“Jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti.” (TQS. Al-Hujurat: 6).
Sebagai ummatan wasathan, kita harus bersikap adil dan hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Menahan diri sebelum menyebarkan berita adalah bentuk nyata keimanan dan kecerdasan moral.
Sebagai generasi milenial, kita perlu menjadikan dunia digital sebagai sarana dakwah dan kebaikan. Gunakan media sosial untuk berbagi ilmu, menginspirasi, dan menebar kedamaian. Jangan biarkan jari kita menjadi sumber dosa, tetapi jadikan setiap tulisan sebagai amal saleh. Inilah makna ummatan wasathan yang sejati—menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab beretika.
Menjadi umat pertengahan di dunia digital berarti menjaga akhlak meski tak terlihat, berbicara dengan adab meski berbeda, dan menegakkan kebenaran tanpa menyakiti. Jika setiap muslim berpegang pada nilai ini, dunia maya akan menjadi tempat yang penuh keberkahan dan mencerminkan indahnya Islam yang damai, bijak, dan beradab.
Muhammad Fathin Zaidan
(Pelajar SMA kelas XII)
Via
SP
Posting Komentar