Telusuri
  • Pedoman Media
  • Disclaimer
  • Info Iklan
  • Form Pengaduan
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Lensa Daerah
    • Internasional
  • Afkar
    • Opini Tokoh
    • Opini Anda
    • Editorial
  • Remaja
    • Video
  • Sejarah
  • Analisa
    • Tsaqofah
    • Hukum
  • Featured
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Pendidikan Anak
    • Pendidikan Remaja
    • FiksiBaru
Tanah Ribath Media
Beranda Opini Beras Oplosan: Ketika Keuntungan Dunia Mengabaikan Nilai Islam
Opini

Beras Oplosan: Ketika Keuntungan Dunia Mengabaikan Nilai Islam

Tanah Ribath Media
Tanah Ribath Media
23 Jul, 2025 0 0
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

Oleh: Erna Puri
(Sahabat Tanah Ribath Media)

TanahRibathMedia.Com—Ramai diberitakan beras oplosan dikemas dan dijual seolah-olah produk premium, padahal kualitasnya rendah dan tak sesuai takaran. Tertera di kemasan isinya 5 kg padahal hanya 4,5 kg. Menteri Pertanian menyebut kerugian akibat praktik ini mencapai Rp 99 triliun per tahun. Negara bisa rugi Rp 1.000 triliun jika kasus ini dibiarkan selama 10 tahun. Sejumlah 212 merek beras tak sesuai mutu berhasil ditemukan satgas pangan. Perusahaan besar terciduk dan diperiksa, di antara perusahaan itu adalah Wilmar Group, Food Station, Japfa Group, dan Belitang Panen Raya. Beberapa perusahaan membantah atau menyatakan siap mengikuti proses hukum (KOMPAS.com, 12 Juli 2025).
Kecurangan ini mencederai kepercayaan publik terhadap sistem pangan nasional.

Petani dan konsumen dirugikan ganda, petani kehilangan harga jual adil, konsumen membeli barang yang tidak sesuai kualitas dan kuantitas. Ini bukan sekadar pelanggaran ekonomi, tetapi pengkhianatan terhadap amanah sosial dan moral bangsa.

Mengapa Bisa Terjadi Praktik Beras Oplosan?

Di antara penyebabnya adalah sebagai berikut:
Pertama, motivasi profit dan ketamakan.
Praktik oplosan muncul dari dorongan mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin. Dalam pandangan ekonomi kapitalistik yang hanya mengejar laba, nilai moral seringkali ditinggalkan. Hal ini membuat sebagian pelaku usaha menghalalkan segala cara, termasuk menipu konsumen dengan beras oplosan demi menekan biaya dan menaikkan margin keuntungan.

Kedua, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.

Praktik ini bisa terjadi karena lemahnya pengawasan dari otoritas terkait, baik dalam proses distribusi maupun pengepakan beras. Tidak adanya audit yang konsisten dan sanksi tegas membuat para pelaku merasa aman dari jerat hukum. Ketika pengawasan hanya bersifat simbolik, maka ruang bagi kecurangan akan tetap terbuka.

Ketiga, kurangnya etika dan pendidikan moral usaha.

Banyak pelaku usaha yang tidak dibekali dengan pendidikan etika berdagang, apalagi nilai-nilai Islam dalam bermuamalah. Dunia usaha menjadi ladang kompetisi tanpa kendali moral. Dalam konteks ini, ajaran Islam yang menjunjung tinggi kejujuran dan keberkahan usaha nyaris tidak dipahami, apalagi diterapkan.

Keempat, ketimpangan rantai pasok dan monopoli distribusi.

Beberapa perusahaan besar menguasai distribusi beras dari hulu ke hilir, membuat petani dan pedagang kecil berada dalam posisi lemah. Dalam kondisi ini, praktik manipulatif seperti mencampur beras berkualitas rendah menjadi jalan pintas untuk tetap bertahan atau menguasai pasar. Ketimpangan ini menunjukkan adanya masalah struktural yang memungkinkan terjadinya pengoplosan secara sistemik.

Kelima, rendahnya kesadaran konsumen.
Sebagian konsumen belum memiliki kesadaran untuk memeriksa kualitas dan kebenaran label produk. Minimnya literasi pangan membuat masyarakat rentan terhadap penipuan. Ketika konsumen hanya berorientasi pada harga murah tanpa memperhatikan mutu, pelaku curang merasa ada pasar bagi barang oplosan mereka.

Islam melarang keras praktik penipuan dalam jual-beli, termasuk mengurangi timbangan atau kualitas barang.
Firman Allah Swt.:

"Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (TQS. Al-Muthaffifin: 1–3)

Praktik mengurangi takaran dan mencampur kualitas adalah penipuan dan dosa besar. Allah memberikan ancaman keras kepada pelaku. Islam mewajibkan pedagang jujur dan adil, serta melarang segala bentuk pemalsuan dan manipulasi harga. Hadis Nabi saw.:

"Barang siapa menipu, maka dia bukan dari golongan kami." (HR. Muslim, No. 10)

Beras oplosan adalah bentuk nyata penipuan dan menyebabkan pelakunya keluar dari akhlak Islam. Dalam Islam, pemerintah berkewajiban menindak tegas kezaliman dan kecurangan yang merugikan rakyat.

"Tasharruful imam ‘ala ra’iyyatihi manuthun bil mashlahah"

(Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus berdasarkan kemaslahatan umum).
Menindak mafia beras dilakukan untuk melindungi kepentingan publik. Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas untuk memberi efek jera kepada produsen curang. Selain itu berjalannya transparansi dan audit berkala terhadap rantai pasok pangan oleh otoritas yang amanah.

Kasus beras oplosan bukan hanya masalah hukum dan ekonomi, tetapi krisis moral dan integritas. Islam dengan tegas menolak segala bentuk penipuan dan menuntut setiap pelaku usaha agar menjaga amanah serta berlaku jujur dalam berdagang. Solusi jangka panjang adalah dengan menanamkan nilai-nilai Islam dalam sistem ekonomi dan penegakan hukum yang adil.

Wallahu ‘a'lam bishawab.
Via Opini
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

- Advertisment -
Pasang Iklan Murah
- Advertisment -
Pasang Iklan Murah

Featured Post

Menggapai Keadilan dan Kesejahteraan Guru, Melangkah Menuju Sistem Islam

Tanah Ribath Media- Juli 22, 2025 0
Menggapai Keadilan dan Kesejahteraan Guru, Melangkah Menuju Sistem Islam
Oleh: Hani Qorisha (Sahabat Tanah Ribath Media) TanahRibathMedia.Com— Saat kita semakin merasakan betapa pentingnya pendidikan dalam membangun bang…

Most Popular

Penghinaan Nabi Muhammad Kembali Terjadi, Buah Kebebasan ala Demokrasi

Penghinaan Nabi Muhammad Kembali Terjadi, Buah Kebebasan ala Demokrasi

Juli 17, 2025
Kebrutalan Zionis Kian Membabi-buta, Khilafah Kebutuhan Mendesak

Kebrutalan Zionis Kian Membabi-buta, Khilafah Kebutuhan Mendesak

Juli 17, 2025
Penghinaan Nabi Berulang, Bukti Pemerintah Gagal Membuat Jera Para Pelaku

Penghinaan Nabi Berulang, Bukti Pemerintah Gagal Membuat Jera Para Pelaku

Juli 18, 2025

Editor Post

Tak Habis Pikir

Tak Habis Pikir

Juni 11, 2023
Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Agustus 06, 2024
Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Juni 09, 2023

Popular Post

Penghinaan Nabi Muhammad Kembali Terjadi, Buah Kebebasan ala Demokrasi

Penghinaan Nabi Muhammad Kembali Terjadi, Buah Kebebasan ala Demokrasi

Juli 17, 2025
Kebrutalan Zionis Kian Membabi-buta, Khilafah Kebutuhan Mendesak

Kebrutalan Zionis Kian Membabi-buta, Khilafah Kebutuhan Mendesak

Juli 17, 2025
Penghinaan Nabi Berulang, Bukti Pemerintah Gagal Membuat Jera Para Pelaku

Penghinaan Nabi Berulang, Bukti Pemerintah Gagal Membuat Jera Para Pelaku

Juli 18, 2025

Populart Categoris

Tanah Ribath Media

Tentang Kami

Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Contact us: contact@gmail.com

Follow Us

Copyright © 2023 Tanah Ribath Media All Right Reserved
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Advertisement
  • Contact Us