Opini
Utopia Rumah Layak Huni dalam Sistem Kapitalisme
Oleh: Yuni Oktaviani
(Aktivis Muslimah Pekanbaru-Riau)
TanahRibathMedia.Com—Rumah layak huni memang belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat negeri ini. Disinyalir masih banyaknya rumah yang tidak layak disebabkan oleh kemiskinan ekstrim. Sehingga pemerintah membuat program pembangunan tiga juta rumah layak huni dalam setahun. Sekilas memang seperti angin segar. Namun jika ditelisik, apakah program ini mampu menjadi solusi berarti bagi rakyat? Atau hanya sekedar program yang sifatnya tambal sulam? Bagaimana jika dibandingkan dengan negara yang menerapkan sistem Islam dalam menyikapi rumah tidak layak huni ini?
Dikutip dari Beritasatu.com (25-04-2025), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk katagori tidak layak huni akibat kemiskinan ekstrim. Untuk menyelesaikan permasalah itu, pemerintah menargetkan dalam 1 tahun bisa membangun 3 juta rumah melalui program bedah rumah dengan menggandeng berbagai pihak termasuk swasta.
Kemiskinan Ektrim
Kemiskinan ekstrim yang terjadi memang sangat memprihatinkan. Sehingga pemerintah mengklaim bahwa masalah rumah tidak layak huni ini disebabkan oleh kemiskinan ekstrim tersebut. Dari sini, akhirnya ditargetkanlah membangun tiga juta rumah dalam satu tahun dengan program bedah rumah. Dimana nantinya akan menggandeng pihak swasta dalam menyelesaikan program tersebut.
Sekilas memang kedengarannya seperti angin segar. Tapi, alih-alih membantu masyarakat yang tidak memiliki rumah layak huni, apakah cara ini cukup efektif tanpa ada motif tertentu seperti ingin meraup keuntungan bagi pihak swasta nantinya? Lalu, apakah memang kemiskinan ekstrim menjadi sebab rumah tidak layak huni ini?
Utopis
Tampaknya pemerintah lupa bahwa permasalahan yang melanda negeri ini bukanlah semata-mata karena kemiskinan. Apalagi faktanya kemiskinan ini tidak terjadi begitu saja. Ada sebuah sistem yang mendukung dan menghambat masyarakat untuk berkembang dan akhirnya terkungkung dalam kemiskinan. Sehingga, membahas permasalahan mengenai rumah tidak layak huni juga harus dikupas tuntas dan ditelisik apakah program tersebut akan menjadi solusi nantinya.
Mengapa kemiskinan ekstrim ini bisa terjadi? Bahkan sangat mungkin terjadi karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Seperti kenaikan harga barang kebutuhan pokok yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah, gelombang PHK yang mengancam para tenaga kerja, minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan, kebebasan pemerintah dalam memasukkan produk impor melalui pasar bebas, dan banyak lagi yang lainnya.
Maka tidak heran, rakyat semakin terhimpit hidupnya. Belum lagi harus menyelesaikan beban hidup sendiri tanpa ada solusi berarti dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Contohnya ketika rakyat mengeluh harga cabe mahal, pejabat diatas malah nyeletuk, "kalau mau murah tanam aja cabe sendiri". Miris bukan?
Pemerintah sering lepas tangan terhadap kesengsaraan rakyatnya. Dan kapitalismelah yang menjadi akar permasalahannya. Dalam sistem ini, materi selalu menjadi tujuan utama setiap program-program yang dicanangkan oleh pemerintah. Mau program tersebut berjalan atau tidak, yang paling penting para pemangku kebijakan dan gandengannya kecipratan materi atau uang.
Sehingga target tiga juta rumah dalam satu tahun ini pun akan berpotensi besar menjadi ajang bisnis atau kongkalikong antara pemerintah dan korporat yang bersangkutan. Karena pembangun dan penyedia hunian di Indonesia bukanlah pebisnis pemula, melainkan para korporat pengembang atau developer. Ditambah jika adanya program ini melibatkan pemangkasan anggaran lagi, sehingga kemungkinan akan menemui hambatan dalam pelaksanaannya.
Rumah Layak Huni hanya ada di Sistem Islam
Apabila pada sistem kapitalisme upaya serius penguasa untuk menghapus kemiskinan dengan kepemilikan rumah layak huni belum bisa diharapkan sepenuhnya, maka justru kebalikannya di dalam sistem Islam. Rumah menjadi kebutuhan pokok yang harus dijamin oleh negara kepada seluruh rakyatnya. Khalifah sebagai pemimpin akan memperjuangkan nasib rakyat agar memiliki hunian layak.
Bukan malah dijadikan sebagai ajang bisnis atau komoditas komersial sebagaimana yang terjadi dalam sistem Kapitalisme. Pemimpin atau Khalifah dalam sistem Islam merujuk pada sabda Rasulullah dari HR. Muslim dan Ahmad, yang berbunyi, "Imam atau Khalifah adalah pengurus rakyat dan Ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya".
Dalam sistem Islam juga meyakini bahwa rumah merupakan salah satu kesempurnaan nikmat yang dicurahkan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada para hambaNya, yang berfungsi untuk tempat tinggal, memberikan ketenangan, tempat berteduh dari panas dan hujan, serta berlindung dari segala macam bahaya.
Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan benar sebagai sumber pemasukan negara, tidak mustahil hunian yang layak ini akan diberi oleh negara. Meskipun, setiap individu atau rakyat yang kaya juga bisa memiliknya dari hasil usaha sendiri.
Khalifah sebagai pemimpin akan melakukan program pemberian rumah layak huni ini dengan sangat amanah. Seperti membangun sesuai kebutuhan, tidak secara massal apalagi sampai melakukan penggusuran atau liberalisasi lahan milik umum atau individu. Pembangunan akan memerhatikan aspek ekologi sehingga tidak dibangun secara asal.
Negara yang menerapkan aturan Islam ini juga tidak membiarkan orang-orang kaya mengeksploitasi lahan, namun justru memotivasi mereka untuk bersedekah, zakat, dan wakaf di jalan Allah untuk membantu sesama saudara muslim. Begitulah indahnya hidup dalam naungan Khilafah atau sistem Islam.
Hak-hak rakyat bahkan rumah pun dijamin oleh negara. Jika tidak memiliki harta untuk membangun rumah, negara lah yang akan memberikannya secara cuma-cuma.
Wallahu a'lam bish shawab.
Via
Opini
Posting Komentar