opini
Tragedi Irene: Saat Keuntungan Lebih Utama daripada Jiwa Manusia
Oleh: Alin Aldini, S.S.
[Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok]
TanahRibathMedia.Com—Tragedi yang menimpa Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya, yang meninggal dunia setelah ditolak oleh empat rumah sakit di Jayapura (detikcom, 26-11-2025), seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua. Kejadian memilukan ini bukan sekadar kegagalan administratif tapi juga mencerminkan rusaknya sistem pelayanan kesehatan, dan menunjukkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap nyawa manusia dalam kerangka akidah sekuler-kapitalis yang telah menyetir kebijakan pelayanan medis saat ini.
Seorang ibu yang tengah mengandung dan memohon pertolongan medis untuk melahirkan, tidak semestinya ia harus berjalan bolak-balik, berjuang dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, menyeberangi satu RS ke RS lain dengan harapan akan diselamatkan. Inilah realitas tragis ketika rumah sakit berubah menjadi bisnis yakni ruang rawat penuh, kamar kelas III dianggap “tidak memadai,” dan persyaratan administrasi atau uang muka dijadikan alasan untuk menolak pertolongan. Dalam sistem seperti ini, nyawa menjadi komoditas (barang dagangan) bukan amanah yang harus dijaga.
Kematian Irene dan bayinya adalah potret sistem yang gagal memastikan hak paling dasar warga negara, yaitu hak atas kehidupan dan keselamatan. Negara seharusnya hadir sebagai pelindung utama, bukan sekadar regulator layanan kesehatan. Namun faktanya, korban berguguran karena birokrasi, ketidakpedulian, dan orientasi profit.
Dalam perspektif Islam, peristiwa ini adalah bentuk kezaliman yakni pengabaian hak asasi manusia hanya untuk kepentingan material. Syariat Islam menempatkan perlindungan terhadap jiwa manusia (ḥifẓ an-nafs) sebagai fundamental. Nyawa adalah amanah, menjaga keselamatan manusia adalah kewajiban bukan pilihan. Dengan demikian, sistem pelayanan kesehatan tidak boleh tunduk pada logika pasar semata, tetapi harus dibangun di atas prinsip keadilan, kemaslahatan, dan tanggung jawab negara terhadap masyarakat.
Dalam syariah sebagaimana diteladankan oleh peradaban Islam pada masa lampau, pelayanan kesehatan bukanlah barang dagangan, tapi hak universal setiap manusia. Negara bertanggung jawab menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses, gratis atau terjangkau, dan berkualitas bagi semua warga, termasuk ibu hamil, bayi, dan masyarakat miskin. Negara juga wajib menjamin bahwa fasilitas medis tersedia di seluruh wilayah, termasuk wilayah terpencil dan tertinggal.
Penerapan jaminan kesehatan Islam setiap akan melayani warga tanpa melihat status ekonomi, suku, atau lokasi geografis, memiliki akses ke fasilitas medis secara gratis atau dengan subsidi negara. Negara memobilisasi sumber daya, membangun rumah sakit, mempersiapkan dokter, bidan, fasilitas darurat terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Dalam sistem Islam, jika seseorang datang dalam kondisi darurat maka petugas medis wajib segera menolong tanpa syarat administratif atau uang muka. Nyawa lebih utama daripada prosedur birokrasi atau perhitungan biaya. Inilah perwujudan prinsip kemanusiaan dan tanggung jawab sosial.
Negara berkewajiban memastikan semua rumah sakit (milik pemerintah maupun swasta) mematuhi standar layanan, dengan regulasi yang tegas dan sanksi berat terhadap pelanggaran termasuk penolakan pasien dalam keadaan darurat. Tidak cukup hanya bergantung pada respons reguler pasar atau profit, karena nyawa manusia bukan barang dagangan.
Sistem kesehatan Islam bisa menggunakan mekanisme zakat, waqaf, kharaj/ushr, atau pajak adil untuk membiayai layanan kesehatan publik. Dengan demikian, beban tidak jatuh pada individu ketika mereka sakit, tetapi ditanggung negara sebagai bagian dari kewajibannya.
Kejadian tragis seperti Irene bukan semata soal kurangnya regulasi atau fasilitas, tetapi soal hilangnya rasa kemanusiaan dalam sistem yang mengejar laba. Ketika nyawa manusia hanya dihargai oleh kode tarif pelayanan, bukan oleh martabat sebagai makhluk Allah Swt., maka bukan hanya layanan medis yang bobrok namun moral dan jiwa kemanusiaan pun runtuh.
Jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh, maka negara akan menjadi pelindung, bukan penonton. Setiap rumah sakit menjadi amanah publik, bukan bisnis semata. Petugas medis menjadi penjaga nyawa bukan juru hitung biaya. Dan setiap warga, tak peduli miskin atau kaya, mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang layak, manusiawi, dan adil.
Tragedi Irene dan bayi dalam kandungannya seharusnya membangkitkan kesadaran kolektif bahwa sistem sekuler-kapitalis telah gagal menjamin hak paling dasar manusia. Bila kita benar-benar peduli pada amanah generasi dan kemanusiaan, maka sudah saatnya kita menyerukan revolusi fundamental; bukan sekadar audit rumah sakit, tapi perubahan sistem.
Mari jadikan peristiwa ini sebagai momentum bukan hanya untuk menangisi korban, tetapi untuk membangun masa depan sehingga tidak ada lagi nyawa melayang sia-sia karena penolakan layanan. Dengan syariah Islam sebagai pondasi, kita bisa memuliakan kehidupan, menjaga jiwa manusia, dan memastikan setiap ibu dan bayi berhak mendapatkan pertolongan di negeri ini tanpa terkecuali.
Via
opini
Posting Komentar