PUISI
Sandiwara Bumi di Tanah Ilahi
Oleh: Rianti Budi Anggara
TanahRibathMedia.Com—Tak ada kata yang bisa terucap
ketika langit mendadak gelap
Mata melihat, telinga jelas menangkap
tangan dan kaki bergerak serentak
Namun hati dan akal tetap bertanya
adakah manusia yang tak sanggup berdiri nyata?
Apakah mereka sungguh mati
atau mematikan nurani yang dulu hidup di dada
Sudahkah mereka melihat, mendengar, dan memakai akal serta hati seutuhnya
Kurangkah teguran Tuhan bagi kita?
Kurangkah bukti kuasa-Nya di semesta
Tanah bergetar, laut bersuara
gunung memuntahkan murkanya
namun sebagian manusia masih membutakan mata
Lihatlah!
gunakan matamu menerima cahaya-Nya
Dengarlah!
gunakan telingamu menyimak tanda-tanda-Nya.
Geraklah!
gunakan tangan dan kakimu untuk kebaikan nyata.
Berpikirlah!
gunakan akalmu yang dicipta sempurna
Renungkanlah!
gunakan hatimu agar tak buta rasa
Ratusan anak tak bersalah merasakan derita
ibu tak tahu ia dihancurkan tiba-tiba
ayah berjuang dengan seluruh jiwa raga
Semua
semua makhluk ciptaan-Nya
hancur dalam satu Sandiwara Bumi-Nya
Sandiwara yang tertulis di panggung fana
tempat segala yang megah berubah hina dina adanya
Dengarlah!
Kami para korban bertanya dalam lirih suara
mengapa takdir ini singgah di rumah kami hari ini
Namun di balik tangis yang tertahan di dada
kami mengingat firman Ilahi
bahwa setiap musibah mengandung hikmah tersembunyi
Maka kami bersujud di tanah yang retak
menggenggam harapan yang nyaris pecah
Kami berucap, “Inna lillāh"
sebab kami tahu, kepada-Nya semua kembali pada akhirnya
Bumi mungkin bersandiwara pahit hari ini
namun langit tetap membuka pintu rahmat-Nya tanpa henti
Dari puing-puing kami belajar berdiri
dari luka kami belajar mengerti
bahwa cinta Allah tak pernah pergi
meski dunia runtuh di depan diri
Di sana tanah berbau duka air berwarna nelangsa
jeritan menggema menembus kabut yang menua
Tubuh-tubuh basah menggigil tanpa sandang apa adanya
namun tangan-tangan saling menggenggam di tengah derita
Pelukan menguatkan jiwa yang hampir tiada
seakan berkata, “Allah tak akan meninggalkan kalian, yakinlah selalu pada-Nya.”
Dan di sana malam bukan sekadar gelap biasa,
terang oleh doa yang tak pernah sirna
Anak-anak tidur di pangkuan reruntuhan yang patah,
sementara hujan mengulang kisah yang lelah
Namun di sela isak yang menahan pasrah
nama Allah hidup dalam setiap napas yang resah
bergema di jiwa-jiwa yang rapuh
bergantung pada langit yang retak dan luluh
Lalu aku, menulis ini dengan tangan yang ikut bergetar
seakan jarak tak memisahkan duka yang mengalir dan membakar
Setiap huruf menjadi saksi luka yang ikut tersambar
melihat saudaraku diuji sedalam-dalamnya musibah.
Aku bukan korban bencana, namun jiwaku menderita
melihat nestapa yang tak bisa kubantu banyak
Tangan dan kaki terbatas bergerak
mata dan telinga hanya menyimak
dan hati serta akal kadang redup mendadak
Di sana aku sadar, begitu lemahnya manusia di hadapan Sang Pencipta Semesta
Dan ketika pena berhenti, hatiku tetap berdoa
“Ya Allah, kuatkan mereka yang Kau pilih untuk menerima ujian-Nya.”
Semoga kata menjadi doa yang terbang ke angkasa,
menyatu bersama harapan yang tak pernah padam selamanya
Jika bumi bersandiwara maka aku bersaksi apa adanya
bahwa kasih sayang manusia tetap berdiri
meski tanah tempat berpijak pergi
Via
PUISI
Posting Komentar