OPINI
Menjaga Generasi dari Pengaruh Buruk Media Soaial
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah gegap gempita kemajuan teknologi, generasi Indonesia justru menghadapi ancaman serius yakni kerusakan mental yang kian merajalela. ‘Mesin raksasa’ yang menggerus akal sehat, menguras energi, dan mencabut jati diri anak bangsa.
Fakta menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental pada generasi muda Indonesia melonjak drastis. Fenomena ini bukan muncul begitu saja. Namun dipicu oleh ‘screen time’ berlebihan. Remaja kita hidup dalam dunia yang tak pernah tidur, terus dicekoki notifikasi, konten instan, dan gangguan-gangguan di layar yang bikin sulit fokus. Akal pun menjadi tumpul, fokus menghilang, dan hati menjadi rapuh.
Indonesia kini disebut sebagai bangsa yang kecanduan gadget akut. Laporan Digital 2025 mencatat Indonesia sebagai salah satu pengguna ponsel terbesar di dunia: 98,7% penduduk usia 16 tahun ke atas online lewat ponsel, dengan waktu daring 7 jam 22 menit per hari melebihi rata-rata global. Ini bukan hanya soal kebiasaan, tapi bukti bahwa masyarakat sedang terjebak dalam jerat digital slavery. Akibatnya muncul fenomena digital dementia, kemalasan berpikir, kesepian, hingga hilangnya kemampuan bersosialisasi secara alami (CNBC Indonesia, 29 Nopember 2025).
Mirisnya negara tidak menetapkan batasan usia untuk penggunaan media sosial. Anak kecil bebas mengakses dunia yang penuh racun: konten adiktif, algoritma manipulatif, dan kini ditambah teknologi AI yang semakin agresif memanen data dan perhatian manusia. Semua ini berbahaya bagi kesehatan mental, namun tetap dibiarkan karena logika kapitalisme yakni, selama cuan mengalir, risiko boleh diabaikan.
Kambing Hitam Media Sosial
Bila dipahami, media digital dalam sistem kapitalisme secara nyata berperan sebagai alat yang merusak mental generasi muda. Sebab, platform-platform ini dirancang bukan untuk membangun karakter, tetapi untuk menciptakan ketergantungan yang menguras waktu, perhatian, dan kemampuan berpikir. Alhasil, generasi yang seharusnya tumbuh dengan akal yang tajam justru terperosok dalam kecemasan, kesepian, dan kemalasan intelektual.
Dalam logika kapitalisme, keuntungan perusahaan digital selalu ditempatkan di atas keselamatan manusia. Demi menjaga aliran cuan, berbagai dampak buruk seperti digital dementia, depresi, dan degradasi moral dianggap sebagai “resiko yang dapat diterima”. Dengan demikian, kesehatan mental generasi muda bukan menjadi prioritas, melainkan
dampak buruk dari sistem yang berorientasi pada profit.
Pada akhirnya Indonesia hanya diposisikan sebagai pasar empuk bagi raksasa digital global. Karena negara tidak memiliki ketegasan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Maka regulasi yang seharusnya melindungi anak muda dari konten toksik dan kecanduan digital justru nyaris tidak ada. Akibatnya, generasi yang seharusnya dipersiapkan menjadi pemimpin peradaban, malah dibiarkan terombang-ambing oleh algoritma yang memanen perhatian mereka tanpa batas.
Khilafah Penjaga Terbaik Generasi
Pemuda adalah pilar peradaban mulia. Untuk itu dalam sistem Pemerintahan Islam dalam hal ini Khilafah memiliki visi dan misi yang jelas dalam membentuk generasi terbaik. Generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh akidah dan kuat kepribadiannya. Karena itulah, negara berkomitmen penuh untuk menjaga kualitas generasi muda sebagai calon pemimpin peradaban Islam. Komitmen ini bukan sekadar slogan, tetapi diwujudkan melalui kebijakan nyata yang menempatkan generasi sebagai aset strategis, bukan sebagai komoditas industri digital.
Lebih jauh lagi negara mengambil langkah preventif untuk membentengi generasi muda dari pengaruh destruktif media digital. Dalam sistem pendidikan Islam, proses pembelajaran diarahkan untuk membentuk pola pikir dan pola sikap yang selaras dengan wahyu. Untuk itu negara tidak membiarkan konten-konten yang tidak bervisi akirat bertebaran di dunia maya. Sehingga anak tidak mudah terganggu konsentrasinya.
Selain itu, peran orang tua sebagai madrasah ula dioptimalkan agar pendidikan akidah dan pengawasan penggunaan teknologi dimulai sejak dari rumah. Sinergi masyarakat melalui mekanisme amar makruf nahi munkar pun terus dijaga untuk memastikan lingkungan sosial ikut menguatkan, bukan merusak.
Negara pun menerapkan langkah-langkah khusus yang langsung menyasar akar masalah. Konten media diawasi ketat, hanya konten yang sesuai syariat yang boleh beredar. Sementara tayangan yang merusak akidah, akhlak, atau mental akan dilarang dan diberi sanksi tegas kepada siapa pun yang mengunggahnya.
Media sosial yang boleh beroperasi pun dibatasi. Tidak semua platform diizinkan masuk ke wilayah Khilafah, terutama yang terbukti merusak atau menjalankan algoritma yang memanen kecanduan. Usia akses juga diatur dengan ketat agar anak-anak tidak terpapar dunia digital yang belum layak bagi perkembangan mereka. Selain itu, penggunaan teknologi AI diarahkan sepenuhnya untuk kemaslahatan umat, dikendalikan agar tidak menjadi sumber kerusakan mental maupun moral generasi.
Dengan seluruh langkah ini, Khilafah bukan hanya menutup pintu kerusakan, tetapi juga membuka jalan menuju lahirnya generasi berperadaban tinggi, generasi yang siap memimpin dunia dengan cahaya Islam.
Penutup
Demikianlah perbedaan penggunaan media sosial dalam sistem sekuler dengan sistem Khilafah. Sistem sekuler jelas-jelas merusak dan orientasinya hanya materi. Sehingga nihil penjagaan terhadap konten-konten yang merusak generasi sejak dini.
Sedangkan sistem Islam/Khilafah justru hadir sebagai penjaga peradaban. Khilafah tidak membiarkan teknologi berjalan tanpa aturan, tetapi menundukkannya agar sejalan dengan syariat dan kemaslahatan umat. Setiap konten, platform, hingga teknologi baru diarahkan untuk membentuk generasi berkepribadian Islam, bukan membiarkan mereka tidak fokus karena digital, hingga kerusakan mental.
Dengan demikian, hanya Khilafah yang mampu memastikan bahwa media sosial dan teknologi digunakan sebagai sarana kebaikan, penguat akal, dan pendorong peradaban, bukan sebagai mesin penghancur generasi seperti dalam sistem sekuler hari ini.
Wallahu'alam bissawab.
Via
OPINI
Posting Komentar