Opini
Hakikat Pengelolaan Tambang yang Menyejahterakan
Oleh: Ghaida Rizkyama
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia dikenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah. Laut yang luas dengan bermacam-macam penghasilannya. Gunung yang menjulang tinggi dengan beribu-ribu harta karunnya. Tanah yang subur dengan berbagai rempah-rempahnya. Sayangnya, hingga detik ini belum ada yang mampu mengelola kekayaan alam negara dengan baik dan benar. Baru-baru ini, Indonesia mengalami kerugian sebesar 300 triliun akibat salah mengelola tambang. Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh presiden Prabowo saat penyerahan aset barang rampasan negara (BRN) beberapa bulan lalu.
Kini data jumlah tambang ilegal telah menyentuh angka ribuan. Akhirnya pemerintah memberi kebijakan untuk rakyat, supaya mengelola sumur sumur minyak yang ada. Pemerintah memastikan sekitar 45.000 sumur minyak akan dikelola rakyat. Program-program pro rakyat harus dikebut oleh presiden Prabowo supaya dapat menyejahterakan masyarakat. Pengelolaan tambang diberikan kepada koperasi, badan usaha milik daerah (BUMN), usaha mikro kecil menengah (UMKM) supaya menciptakan lapangan kerja serta memutar roda ekonomi daerah (ESDM.go.id, 09-10-2025).
Sebenarnya, kasus pengelolaan tambang yang merugikan sudah sering terjadi. Namun negara abai bahkan berlepas tangan dari kasus tersebut. Ketika angka kerugian memuncak, barulah negara turun tangan. Negara memberikan berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan tambang. Seperti halnya pemberian izin mengelola tambang pada ormas keagamaan, juga perguruan tinggi, dan, sekarang pemberian izin pada masyarakat setempat.
Lagi-lagi tujuan pemberian izin tersebut tak lain dan tak bukan semata-mata untuk mendapat keuntungan tanpa mengeluarkan usaha. Selain itu, hal ini berpotensi menjadi jebakan untuk membungkam suara kritis masyarakat kepada pemerintah. Padahal, kebijakan swastanisasi tambang bukan solusi bagi problem kerugian tambang. Sebab, swasta yang diberi izin mengelola tambang sangat berorientasi menjadikan wewenang tersebut sebagai wilayah konsesi baru. Bahkan bisa dibilang semacam hadiah bagi para oligarki. Akibatnya yang akan menikmati hasil hanya orang-orang pemilik modal saja. Ditambah, mereka bisa mengabaikan standar kelayakan dasar, termasuk kerusakan lingkungan.
Semua ini adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Perekonomian menjadi sangat liberal dalam aspek kepemilikan individu, mekanisme pasar bebas, juga minimnya peran negara dalam mengelola sumber daya alam (SDA). Bahkan sekarang, SDA diserahkan dengan mudah kepada swasta. Pada era klasik abad ke-17 Mbberlaku ajaran kapitalisme "laissez faire laissez passer", yakni membiarkan perekonomian berjalan sendiri tanpa ada campur tangan negara. Mirisnya, pada era modern sekarang ajaran tersebut masih diberlakukan.
Melepas tangannya negara dalam pengelolaan SDA, membuktikan bahwa pengusaha lebih kuat pengaruhnya dibanding penguasa. Hal yang wajar bila kekayaan alam dieksploitasi oleh perusahaan swasta. Sebab sistem kapitalisme menjunjung tinggi paham kebebasan. Sekalipun harta yang seharusnya dimiliki umum namun dapat dirampas oleh individu dengan dalil kebebasan kepemilikan.
Dalam sistem kapitalisme peran negara hanya sebatas fasilitator, bukan sebagai peran utama dalam perekonomian. Akibatnya, terjadi ketimpangan ekonomi, kerusakan lingkungan, dan ketergantungan pada swasta. Hal ini jelas merugikan masyarakat, tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Dari banyaknya fakta yang terjadi, menampakan gagalnya sistem kapitalisme dalam perekonomian.
Dalam Islam, barang tambang merupakan harta milik umum (milik bersama kaum muslim). Sebab, tambang memiliki deposit yang sangat besar dan melimpah. Akhirnya, masyarakat tidak boleh menguasai tambang secara perorangan maupun perusahaan. Dalam hadis disebutkan: Tidak ada hima (perlindungan atas harta kepemilikan umum) kecuali bagi Allah dan rasulnya. Hadis tersebut menjelaskan bahwa, seseorang tidak boleh memiliki harta milik umum untuk kepentingan pribadi.
Dalam Islam, negara menjadi pihak satu-satunya yang berwenang mengeksploitasi dan menjual tambang. Hal ini berlaku bagi segala jenis tambang yang melimpah. Mulai dari tambang yang terdapat di permukaan bumi seperti garam, batubara, dan sebagainya, sampai tambang yang berada di dalam perut bumi, seperti emas, perak, minyak bumi, dan lain sebagainya.
Kemudian, hasil yang negara dapat dari pengelolaan tambang akan dikembalikan ke Baitul mal. Perlu diketahui harta milik umum memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pendapatan negara, tentunya, jika kekayaan alam dikelola di bawah wewenang negara sesuai dengan syariat Islam. Bahkan, pendapatan tersebut mampu melebihi kebutuhan APBN. Padahal, masih banyak sumber pendapatan lain yang juga memiliki pengaruh besar bagi pendapatan negara. Maka dari itu, negara tidak perlu lagi memungut pajak dari rakyatnya. Sebab semua sudah tercukupi dengan APBN.
Demikianlah hakikat pengelolaan tambang, hanya negara yang wajib bertanggung jawab mengelolanya. Karena sebenarnya, negara berperan sebagai raain (penjaga) bagi umatnya. Sudah menjadi tugas negara untuk melayani masyarakatnya dengan sebaik-baik pelayanan. Sebab, pengurusan tersebut kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Maka wajib bagi negara untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan barang tambang. Untuk barang tambang yang kecil boleh dikelola oleh individu, namun tetap dalam pengawasan negara supaya sesuai dengan standar kelayakan. Hal itu juga diimbangi dengan penanaman akidah Islam pada setiap individu, supaya masyarakat peduli dengan berjalannya pemerintahan agar tetap berada di jalan syariat Islam.
Via
Opini
Posting Komentar