Opini
Stunting dan Kesejahteraan: Solusi Hakiki dalam Pandangan Islam
Oleh: Marjani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sejak peluncurannya pada awal Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dirancang untuk menangani masalah gizi dan stunting di Indonesia, telah menghadapi sejumlah insiden keracunan massal yang menunjukkan kelemahan serius dalam pelaksanaannya.
Pertama terjadi di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 16 Januari 2025. Puluhan siswa SDN Dukuh 03 mengalami mual, muntah, dan pusing selepas menyantap menu MBG yang diduga kurang matang. Dugaan awal menunjukkan ayam tepung disajikan dalam kondisi kurang matang.
Kasus paling masif tercatat di Kabupaten Lebong pada 27–28 Agustus 2025. Awalnya korban tercatat sebanyak 130 siswa, meningkat menjadi 283 dan akhirnya mencapai 456 siswa dan guru yang keracunan. Dapur MBG setempat ditutup sementara untuk investigasi oleh pemerintah provinsi. Sebanyak 119 korban dirawat inap, ratusan lainnya mendapatkan penanganan rawat jalan.
Kritik atas Program MBG
MBG diluncurkan sebagai bagian dari janji kampanye presiden untuk mengatasi malnutrisi dan stunting, serta meningkatkan kualitas SDM dan pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, rangkaian kejadian keracunan menunjukkan adanya dilema serius antara perencanaan dan pelaksanaan yang dipaksakan tanpa standar keamanan yang memadai.
Kasus berulang dari berbagai daerah mengindikasikan kelalaian negara, khususnya dalam menyusun SOP dapur MBG, sanitasi, pengawasan distribusi hingga pelaksanaan oleh SPPG. Besarnya risiko nyawa siswa jelas menunjukkan kegagalan sistemik dalam menjaga keamanan pangan.
Meskipun program ini dimaksudkan sebagai intervensi gizi cepat, nyatanya bukan merupakan solusi panjang untuk stunting. Tanpa edukasi, perbaikan sanitasi lingkungan, dan ketahanan distribusi pangan, MBG justru seolah "bom waktu" yang berisiko memperparah masalah ketimbang menguranginya.
Masalah stunting dan gizi buruk masih menjadi pekerjaan rumah besar di negeri ini. Upaya pemerintah seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) memang dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi gizi anak-anak. Namun, serangkaian kasus keracunan massal yang terjadi justru menunjukkan bahwa pendekatan kebijakan ini belum menyentuh akar persoalan secara komprehensif.
Dalam konteks ini, penting untuk meninjau bagaimana Islam memandang peran negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi.
Negara dalam Islam: Penanggung Jawab Kesejahteraan, Bukan Sekadar Fasilitator
Islam menetapkan bahwa negara bukan hanya fasilitator atau regulator, melainkan ra’in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung rakyat). Artinya, negara bertanggung jawab secara langsung atas terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Pemenuhan ini dilakukan dengan mekanisme yang diatur oleh syariat Islam, baik secara langsung oleh negara maupun tidak langsung melalui kebijakan yang menjamin akses dan ketersediaan secara adil.
Dalam sistem Islam, kebutuhan pokok rakyat bukan diserahkan kepada pasar, apalagi dijadikan alat politik atau proyek pencitraan. Negara wajib hadir sepenuhnya untuk memastikan tidak ada satu pun warga yang lapar, tidak berobat, atau putus sekolah karena alasan ekonomi.
Khilafah dan Jaminan Kesejahteraan Rakyat
Sejarah mencatat bagaimana sistem Khilafah Islam mampu memberikan jaminan kesejahteraan yang merata, tidak hanya untuk umat Islam, tetapi juga warga non-Muslim yang hidup di dalamnya. Distribusi kekayaan yang adil, kepemilikan umum atas sumber daya strategis, serta sistem zakat dan baitul mal menjadi instrumen nyata dalam menyelesaikan problem kemiskinan dan ketimpangan.
Dengan edukasi gizi yang benar, sistem kesehatan yang berpihak kepada rakyat, serta pola konsumsi yang dibangun di atas prinsip halal dan thayyib, masalah stunting dapat dicegah sejak hulu. Negara tidak akan sekadar membagikan makanan, tetapi membangun ketahanan pangan berbasis produksi dalam negeri, menghapus monopoli, dan memberdayakan keluarga dengan pengetahuan gizi yang benar.
Sumber Daya dan Sistem Ekonomi Islam: Fondasi Kesejahteraan
Khilafah tidak akan mengalami kebingungan anggaran sebagaimana negara kapitalis hari ini, karena memiliki sumber pemasukan yang besar dan beragam: fa’i, kharaj, jizyah, zakat, ghanimah, dan pengelolaan sumber daya alam strategis. Semua ini dikelola bukan untuk keuntungan individu atau korporasi, melainkan untuk kemaslahatan umat.
Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan mengalokasikan kekayaan publik secara optimal. Bukan untuk membayar utang luar negeri, tetapi untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat. Karena itulah dalam sejarah Islam, tidak ditemukan fenomena stunting atau kelaparan massal sebagaimana terjadi di banyak negeri Muslim yang menganut sistem kapitalis saat ini.
Sudah saatnya kita mengkaji ulang akar persoalan gizi dan kesejahteraan rakyat, tidak hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi ideologis dan sistemik. Islam tidak hanya menawarkan solusi moral atau spiritual, tetapi juga sistem politik dan ekonomi yang nyata dan terbukti historis dalam menyejahterakan umat manusia.
Khilafah bukan sekadar gagasan masa lalu, tetapi alternatif sistemik yang mampu menjawab problem kekinian, termasuk dalam urusan stunting dan gizi buruk. Karena dalam Islam, negara adalah pelayan rakyat, bukan pelayan kepentingan politik sesaat.
Via
Opini
Posting Komentar