Opini
Derita Gaza Kian Meningkat, Bagaimanakah Solusi Hakiki?
Oleh: Prayudisti SP
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Derita Gaza hari ini semakin tak terbendung. Sejak serangan besar-besaran Zionis Israel pada Oktober 2023, penderitaan warga Gaza memasuki fase yang disebut banyak pengamat sebagai genosida modern. Data terkini menunjukkan korban jiwa telah melampaui 64.500 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak (The Guardian, 8 September 2025). Sementara itu, lebih dari 71% wilayah Gaza diblokade ketat, membuat ratusan ribu warga tidak bisa mengakses pangan, air bersih, dan layanan kesehatan (Antaranews, 6 September 2025). Situasi ini menjadikan Gaza sebagai “penjara terbuka terbesar di dunia” yang setiap harinya menelan korban baru.
Di tengah tragedi kemanusiaan ini, dunia internasional memang tampak bergerak. Ada solidaritas dalam bentuk bantuan dana, aksi protes, hingga diplomasi di PBB. Namun semua itu belum mampu menghentikan agresi Zionis. Bahkan, pejabat tinggi HAM PBB sendiri menyebut tindakan Israel sebagai mass killing terhadap rakyat Palestina (Reuters, 8 September 2025). Sayangnya, kecaman internasional itu tetap berhenti sebatas pernyataan, tanpa tindak lanjut militer yang bisa menghentikan genosida.
Dalam konteks dunia Islam, sebenarnya ada Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab. Keduanya memiliki anggota puluhan negara Muslim dengan jumlah tentara, senjata, dan sumber daya yang melimpah. Jika saja potensi itu dipadukan, kekuatan mereka jauh melampaui Israel. Namun faktanya, OKI dan Liga Arab terbukti mandul. Sejak puluhan tahun berdiri, mereka hanya menghasilkan resolusi diplomatik, sementara darah warga Palestina terus mengalir. Inilah yang disorot dalam analisis banyak pihak: diamnya dunia Arab dan pengkhianatan penguasanya justru memberi ruang bagi Zionis untuk terus meningkatkan kejahatan mereka.
Dengan demikian, jelaslah bahwa solusi parsial dan diplomatik semata tidak cukup. Bantuan kemanusiaan memang penting, tetapi tidak akan pernah bisa menghentikan bombardir dan genosida. Yang diperlukan adalah solusi syar’i sebagaimana ditunjukkan Islam, yaitu jihad fi sabilillah. Namun jihad ini tidak bisa bersifat sporadis atau hanya dijalankan oleh kelompok-kelompok kecil; jihad harus dijalankan secara terorganisir, dipimpin oleh otoritas politik yang sah dalam Islam: Khilafah. Hanya Khalifah yang memiliki legitimasi untuk menggerakkan kekuatan militer umat Islam secara kolektif, menyatukan potensi negara-negara Muslim, dan mengarahkan jihad secara strategis untuk menghentikan penjajahan Zionis.
Dalam sejarah, kaum Muslim telah berkali-kali membuktikan bahwa kekuatan militer yang dipimpin oleh Khalifah mampu membebaskan wilayah-wilayah yang ditindas. Pembebasan Baitul Maqdis oleh Shalahuddin al-Ayyubi tidak terjadi melalui resolusi PBB, melainkan melalui jihad militer yang dipimpin oleh seorang pemimpin Islam yang menyatukan umat. Demikian pula ketika tentara Islam pada masa Khalifah Umar bin Khaththab berhasil membebaskan Syam, termasuk Al-Quds, dari kekuasaan Bizantium. Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa Palestina hanya bisa meraih kemerdekaan sejati melalui jihad yang dikomandoi oleh seorang Khalifah.
Karena itu, penderitaan Gaza sesungguhnya adalah alarm bagi dunia Islam. Ia menunjukkan betapa lemahnya posisi umat ketika tidak memiliki institusi politik yang melindungi mereka. Umat Islam terfragmentasi dalam lebih dari 50 negara, masing-masing sibuk dengan kepentingan nasional sempit, sementara saudara-saudara mereka di Gaza menghadapi genosida. Padahal, jika tentara Mesir, Turki, Pakistan, dan negara-negara Muslim lainnya digerakkan secara bersama, Israel tidak akan mampu bertahan lama. Tetapi semua kekuatan itu tertahan karena tidak adanya seorang Khalifah yang menyatukan umat dan memimpin jihad.
Oleh sebab itu, opini ini menegaskan bahwa jalan keluar dari tragedi Gaza bukanlah menaruh harapan pada OKI, Liga Arab, atau forum-forum internasional yang terbukti mandul, melainkan memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah yang akan mengomandoi jihad fi sabilillah. Dengan Khilafah, potensi militer umat Islam yang saat ini terpecah akan dipersatukan, diarahkan untuk menghentikan penjajahan, dan membebaskan Gaza serta seluruh Palestina. Inilah solusi hakiki yang ditawarkan Islam, bukan sekadar tambal sulam kemanusiaan yang setiap kali kandas di meja perundingan.
Kesimpulannya, derita Gaza harus membuka mata kita:
1. OKI dan Liga Arab telah gagal.
2. Diplomasi dunia internasional tidak efektif menghentikan genosida.
3. Solusi syar’i adalah jihad militer yang dipimpin oleh Khalifah.
Tanpa itu, penderitaan Gaza hanya akan terus berulang, sementara darah anak-anak Palestina terus tertumpah di tanah suci yang Allah berkahi.
Via
Opini
Posting Komentar