IBRAH
Jangan Membalas Luka dengan Luka Baru
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
TanahRibathMedia.Com—Dalam hidup, manusia tak luput dari luka. Ada yang ditinggalkan tanpa sebab, dikhianati tanpa ampun, atau dikecewakan oleh orang yang paling dipercaya. Hati pun tergores, jiwa porak-poranda. Namun, membalas luka dengan menciptakan luka baru tak akan menyembuhkan. Ia hanya memperpanjang lingkaran nestapa.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Fussilat ayat 34,
“Balaslah kejahatan dengan yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
Ayat ini bukan sekadar nasihat, tapi panggilan untuk naik tingkat dalam akhlak. Karena membalas buruk dengan buruk itu mudah. Tapi memutus rantai keburukan dengan kebaikan? Itu tanda kekuatan jiwa.
Rasulullah saw. bersabda,
"Bukanlah yang kuat itu orang yang menang dalam gulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya saat marah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menahan diri dari balas dendam adalah jihad bukan dengan pedang, tapi dengan kesabaran. Bahkan para ulama menyebut bahwa jihad melawan hawa nafsu adalah bagian dari jihad terbesar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
"Jihad melawan hawa nafsu adalah pangkal jihad. Tanpa ini, tak akan mungkin seseorang berjihad di jalan Allah."
Begitu pun Imam Ibnul Qayyim berkata dalam Zad al-Ma'ad,
"Jihad ada empat tingkatan, yaitu jihad melawan hawa nafsu, melawan setan, melawan orang kafir, dan melawan orang munafik. Dan jihad melawan hawa nafsu adalah fondasi utama."
Maka, siapa pun yang mampu mengendalikan gejolak hatinya, menolak godaan untuk membalas dengan kelakuan yang sama rendahnya dan memilih jalan maaf serta tawakkal, maka ia telah menang. Bukan di mata manusia, tapi di mata Allah.
Karena hakikatnya, balas dendam tidak akan mengangkat derajat. Tapi sabar dan lapang dada justru membuat seseorang semakin dimuliakan oleh Allah Swt.
"Barang siapa yang menahan amarah padahal dia mampu meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada Hari Kiamat, dan mempersilakannya memilih bidadari sesukanya."
(HR. Abu Dawud)
Kebesaran jiwa tidak terletak pada seberapa keras seseorang melawan dunia. Tapi seberapa tenang ia berdamai dengan dirinya sendiri dan menyerahkan semua luka pada keadilan Allah Ta'ala.
Jika seseorang pernah disakiti oleh pengkhianatan, maka biarlah keadilan Allah yang membalas. Manusia hanya perlu menjaga hati agar tidak ikut rusak oleh luka yang ditinggalkan orang lain. Karena balasan Allah jauh lebih sempurna dibandingkan dendam yang berlumur emosi.
Tidak membalas bukan berarti lemah, tapi karena sedang memperjuangkan pahala.
Tidak merusak balik bukan karena bodoh, tapi karena yakin Allah takkan pernah salah menilai sabar.
Via
IBRAH
Posting Komentar