Opini
SPMB Kacau, Potret Buram Digitalisasi Pendidikan Kapitalistik
Oleh: Nettyhera
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Ramai sudah pemberitaan tentang kisruh sistem pendaftaran sekolah online atau SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) di Kabupaten Bogor. Pada Selasa, 1 Juli 2025, ratusan orang tua murid memadati kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor di Cibinong. Mereka mengeluhkan sulitnya mengakses portal pendaftaran online tersebut.
Kendala yang dihadapi bermacam-macam. Mulai dari NIK dan NISN anak yang tidak terbaca, data Kartu Keluarga (KK) yang tidak terdeteksi, hingga perbedaan nama di berbagai dokumen seperti akta lahir, KK, dan ijazah. Bahkan ada juga yang barcode pendaftarannya tidak terdeteksi, sehingga mereka tidak menerima konfirmasi pendaftaran.
Masalah ini jelas bukan perkara kecil. Nasib pendidikan anak-anak dipertaruhkan hanya karena kesalahan sistem yang seharusnya bisa diantisipasi sejak awal. Ironisnya, ini bukan kali pertama masalah seperti ini terjadi. Hampir setiap tahun, permasalahan serupa selalu muncul.
Padahal, pemerintah sering kali membanggakan program “digitalisasi pendidikan”. Seolah-olah, digitalisasi bisa menjadi solusi semua masalah pendidikan. Faktanya, justru sebaliknya, digitalisasi ini menambah beban baru bagi rakyat.
Di tengah kekacauan ini, pemerintah Kabupaten Bogor memang bergerak cepat. Dinas Pendidikan membuka layanan helpdesk khusus untuk menampung aduan dan membantu pendaftaran secara manual. Layanan ini dibuka setiap hari hingga 4 Juli 2025, dengan 10 petugas operator yang disiagakan. Selain itu, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk mencocokkan data kependudukan. Pemerintah turut meminta orang tua membawa dokumen fisik untuk diverifikasi langsung di lokasi.
Meski langkah ini patut diapresiasi sebagai respons cepat, tetap saja solusi tersebut hanya bersifat sementara. Langkah ini hanyalah tambal sulam yang sekadar menyelesaikan masalah di permukaan, tanpa menyentuh akar persoalan sesungguhnya.
Digitalisasi Pendidikan: Solusi Palsu Kapitalisme
Perlu dipahami bersama, masalah digitalisasi dalam pendidikan bukan semata-mata soal error teknis atau server yang overload. Permasalahan ini adalah buah dari sistem kapitalisme yang menempatkan pendidikan sebagai komoditas, bukan sebagai hak rakyat yang wajib dipenuhi negara.
Dalam logika kapitalisme, pendidikan adalah ladang proyek. Negara lebih mementingkan efisiensi anggaran dan pencitraan, ketimbang benar-benar memastikan rakyat mendapat hak pendidikan yang mudah dan layak. Digitalisasi hanya dijadikan etalase modernisasi, tanpa kesiapan infrastruktur yang memadai.
Celakanya, rakyat kecil selalu menjadi korban. Masyarakat yang tidak menguasai teknologi atau yang tinggal di wilayah dengan akses internet buruk terpinggirkan dari sistem ini. Akhirnya, orang tua murid dipaksa menghadapi sistem digital yang rumit, yang justru menyulitkan mereka.
Digitalisasi pendidikan yang dijalankan dalam kerangka kapitalisme memang tak pernah berpihak pada rakyat. Alih-alih menjadi solusi, justru menjadi masalah baru yang menambah deretan kesulitan hidup rakyat kecil.
Islam: Pendidikan Hak Rakyat, Negara Wajib Menjamin
Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas, Islam memandang pendidikan sebagai hak dasar rakyat yang wajib dipenuhi negara secara total. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh atas seluruh urusan pendidikan rakyat, tanpa kecuali.
Negara dalam sistem Islam, yaitu Khilafah, menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Negara memastikan semua warga negara, baik miskin maupun kaya, mendapatkan pendidikan secara gratis, berkualitas, dan mudah diakses.
Jika penerapan digitalisasi dibutuhkan, negara dalam sistem Islam akan memastikan kesiapan infrastruktur terlebih dahulu. Negara akan menjamin: akses internet yang merata di seluruh wilayah, sistem digital yang sederhana, mudah diakses, dan ramah terhadap semua kalangan serta petugas pendamping di setiap wilayah yang siap membantu rakyat yang kesulitan mengakses layanan daring.
Selain itu, negara akan memiliki sistem pencatatan data penduduk yang rapi melalui lembaga atau diwan yang dikelola secara profesional dan amanah. Dengan sistem data seperti ini, tidak akan terjadi masalah sinkronisasi data seperti yang kita saksikan saat ini.
Tak hanya itu, pendidikan dalam Islam bukan sekadar soal kelulusan atau angka-angka. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah mencetak manusia yang bertakwa, berilmu, dan berkontribusi untuk membangun peradaban. Semua ini diberikan secara gratis, tanpa pungutan.
Sejarah membuktikan, pada masa Khilafah Islam, pendidikan benar-benar gratis dan mudah diakses. Negara menyediakan sekolah-sekolah umum, madrasah, hingga lembaga pendidikan tinggi. Bahkan, negara menyediakan fasilitas asrama, makan, buku, dan kebutuhan belajar lainnya secara cuma-cuma.
Saatnya Umat Sadar
Kisruh SPMB di Kabupaten Bogor seharusnya menjadi bahan renungan mendalam bagi kita semua. Masalah ini bukan sekadar error sistem atau kelalaian teknis, melainkan buah dari kerusakan sistem kapitalisme yang terus meminggirkan rakyat.
Berapa lama lagi kita mau bertahan dalam sistem yang terus menindas dan menyengsarakan ini? Bukankah sudah cukup bukti bahwa kapitalisme selalu gagal memberikan solusi tuntas atas persoalan rakyat?
Kini, sudah saatnya umat membuka mata dan sadar, bahwa solusi sejati hanya ada dalam sistem Islam. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah, pendidikan akan benar-benar menjadi hak rakyat, bukan komoditas atau proyek yang diperjualbelikan.
Sistem Islam telah terbukti mampu menyejahterakan rakyat selama berabad-abad, termasuk dalam urusan pendidikan. Maka, sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme dan kembali kepada aturan Allah yang sempurna.
Karena hanya dalam sistem Islam, pendidikan akan menjadi hak rakyat yang dijamin sepenuhnya oleh negara, tanpa diskriminasi dan tanpa komersialisasi.
Via
Opini
Posting Komentar