Opini
Perundungan Anak Terus Terjadi, PR Besar Perlindungan Anak
Oleh: Asti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Perundungan, satu kata yang sepertinya makin marak terdengar. Jika dulu perundungan seolah hanya terjadi dalam sinetron, saat ini fenomena perundungan makin marak terjadi. Mirisnya, tindakan perundungan makin mengarah pada tindakan kriminal dan pelakunya adalah anak-anak SMP dan teman korban. Sempat viral, seorang siswa SMP yang diceburkan ke sumur gara-gara menolak minum alcohol. Di lain tempat ada pula korban perundungan yang diancam dengan obeng. Naudzubillah… Melihat berita-berita perundungan ini tentu membuat hati menjadi miris.
Dikutip dari tirto.id (8-7-2025), data kasus bullying (perundungan) yang dikumpulkan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan peningkatan pada tahun 2024 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2024 JPPI mencatat 573 kasus kekerasan yang dilaporkan di lingkungan pendidikan, termasuk madrasah, sekolah, dan pesantren. Tahun 2023 jumlah kekerasan yang dilaporkan sebanyak 285, tahun 2022 sejumlah 194, 2021 berjumlah 142, dan 2020 sebanyak 91 laporan kekerasan. Tentu fakta perundungan yang terjadi di lapangan sangat besar kemungkinannya lebih banyak dari kasus yang terlapor. Hal ini seperti fenomena gunung es, di mana terlihat kecil di permukaan, padahal jumlah di bawah permukaan laut jauh lebih besar.
Tingginya tingkat perundungan menunjukkan ada hal yang salah sedang terjadi. Regulasi dan sistem sanksi yang ada saat ini terkait perundungan ternyata tidak cukup untuk mencegah perundungan terjadi. Saat ini regulasi yang berlaku untuk melindungi anak dari perundungan adalah UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tingkat Kekerasan di Satuan Pendidikan. Ada pula beberapa pasal dalam KUHP yang mengatur sanksi bagi pelaku bullying atau diskriminasi. Ada pula program Sekolah Ramah Anak, Kota Layak Anak, Pendidikan Karakter, Revolusi Mental, dan kurikulum Merdeka. Sayangnya itu semua belum mampu untuk menyelesaikan kasus perundungan.
Bisa jadi, meskipun kasus perundungan dapat dilaporkan sebagai tindakan pidana, tetapi “jalan kekeluargaan” lebih banyak ditempuh . Ditambah lagi, saat ini definisi anak juga patut dipertanyakan. Seseorang masih dikatakan sebagai anak jika ia belum berusia 18 tahun, padahal secara fitrah dan kemampuan ia telah dewasa. Di sisi lain, sistem pendidikan saat ini telah gagal membentuk karakter anak yang terdidik. Pendidikan hanya difokuskan pada penyiapan tenaga kerja tanpa memperhatikan pembentukan kepribadian anak. Jika dilihat lebih dalam ini, ini semua terjadi karena adanya penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan.
Penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan telah menjadikan materi sebagai tujuan. Halal-haram tidak lagi diindahkan. Asalkan cuan, cuan, dan cuan. Semua sistem kehidupan hanya difokuskan untuk bisa mendatangkan materi sebanyak-banyaknya. Pola asuh keluarga dalam sistem kapitalisme telah melalaikan akidah, adab, serta ketaatan pada Allah Swt.
Amar makruf nahi mungkar juga banyak dilalaikan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat kapitalisme. Negara gagal dalam mencegah perundungan, contohnya dengan kegagalan membendung informasi kekerasan dan budaya sekuler. Oleh karenanya, untuk merubah itu semua dibutuhkan adanya perubahan mendasar dan menyeluruh dalam kehidupan. Penyusunan regulasi atau s lupaanksi yang memberatkan tanpa adanya penyelesaian permasalahan mendasar, tidak akan pernah cukup dilakukan. Dibutuhkan perubahan paradigma kehidupan yang diemban oleh negara sehingga permasalahan dapat tuntas terselesaikan.
Islam selaku agama yang sempurna, telah diturunkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad saw. Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk bagaimana membentuk kepribadian seorang muslim yang soleh, taat pada agama, selalu berupaya mencari ridha Allah dalam setiap hal yang dilakukan, senang menuntut ilmu dan segudang kebaikan dunia akhirat lainnya, tentunya jauh dari kata perundungan. Islam jelas telah menghukumi semua jenis perundungan adalah perbuatan yang haram dilakukan. Umat Muslim diingatkan bahwa setiap perbuatan manusia, besar atau kecil harus selalu dipertanggungjawabkan. Jika tidak di dunia, maka pertanggungjawaban akhirat akan menanti. Islam telah menjadikan baligh sebagai titik awal pertanggungjawaban seorang manusia. Seorang laki-laki dikatakan baligh jika telah mimpi basah dan seorang wanita dikatakan baligh jika telah haid. Jika seseorang yang telah memasuki usia baligh melakukan perbuatan dosa, maka ia harus siap mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Contohnya, keluarga akan mendidik seorang anak untuk berkepribadian islam, begitu pun dengan sekolah. Pendidikan sekolah dalam Islam berlandaskan akidah Islam, sehingga output yang dihasilkan dari pendidikan Islam bukan hanya murid yang cerdas, tapi juga berkepribadian islam. Negara juga akan membendung arus informasi yang merusak, seperti kekerasan, pornografi, pornoaksi, dan lainnya. Jika terjadi perundungan, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas berdasarkan hukum syara. Artinya, jika ingin membentuk seseorang yang berkepribadian Islam maka dibutuhkan penerapan Islam dalam seluruh lini kehidupan.
Wallahu a’alam bi showab.
Via
Opini
Posting Komentar