Opini
Beras Melimpah, tetapi Rakyat Makin Susah
Oleh: Laika Quni Istaini
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Harga beras kembali menunjukkan tren kenaikan yang mencemaskan. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip oleh Bisnis.com (16-06-2025), harga beras mengalami peningkatan pada pekan kedua Juni 2025. Dalam laporan matriks level harga yang disusun berdasarkan Indeks Perkembangan Harga (IPH), beras tercatat sebagai salah satu komoditas yang perlu mendapat perhatian khusus.
Pudji Ismartini, Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, menyampaikan bahwa harga beras mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Pada periode tersebut, harga beras naik di 133 kabupaten/kota. Pada minggu pertama bulan yang sama, jumlah wilayah yang mengalami kenaikan “baru” berada di angka 119. Ini menegaskan bahwa lonjakan harga beras bukan hanya sesaat, tapi sudah menjadi pola yang terus berulang dari pekan ke pekan.
Aneh, tetapi nyata. Meskipun stoknya disebut-sebut melimpah di negeri agraris seperti Indonesia, tetapi harga beras kini menembus batas HET (Harga Eceran Tertinggi). Mirisnya, pada pekan kedua Juni harga beras mengalami lonjakan di lebih dari 130 kabupaten/kota. Sebuah ironi yang menampar logika ketersediaan pangan, semakin membuat rakyat kecil terbebani.
Krisis Harga di Bawah Kapitalisme
Kenaikan harga beras belakangan ini tak bisa dilepaskan dari kebijakan yang mengharuskan Bulog membeli gabah petani dalam jumlah besar. Kebijakan ini justru menyebabkan suplai beras ke pasar menjadi terganggu karena gudang mengalami penumpukan stok. Fenomena ini menunjukkan bagaimana tata kelola pangan dalam sistem kapitalisme cenderung abai terhadap kepentingan rakyat kecil, karena lebih mengutamakan mekanisme pasar dan kepentingan segelintir pengusaha elite.
Dalam sistem kapitalisme, pangan diperlakukan layaknya barang yang bisa diperdagangkan demi keuntungan, bukan sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi negara kepada rakyatnya. Barang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dijadikan ladang untung untuk para kapital. Negara tidak bertindak sebagai pelindung dan penjamin distribusi yang adil, melainkan sebagai regulator. Alhasil, rakyat miskin menjadi korban fluktuasi harga. Rakyat miskin lagi yang kesusahan.
Khilafah, Solusi Tuntas Krisis Pangan
Dalam sistem Khilafah, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin pangan yang merupakan kebutuhan dasar rakyat. Negara tidak akan memperlakukan pangan sebagai barang dagangan, melainkan sebagai kebutuhan vital yang harus dikelola langsung, mulai dari distribusi hingga cadangan nasional.
Petani akan mendapatkan dukungan penuh dari negara, seperti penyediaan bibit, pupuk, dan sarana produksi pertanian secara gratis, demi menjaga kualitas dan kuantitas hasil panen, khususnya beras. Selain itu, praktik penimbunan akan dilarang dan distribusi akan dipastikan berjalan dengan merata agar harga tetap stabil dan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Sementara itu, Khilafah akan memastikan harga barang di pasar mengikuti mekanisme alami tanpa campur tangan negara dalam bentuk penetapan harga, sejalan dengan hukum syariat yang melarang intervensi harga oleh penguasa. Oleh karena itu, solusi mendasar atas problem ini bukanlah dengan revisi regulasi tambal sulam, melainkan perubahan total menuju sistem Islam yang menyeluruh.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar