Opini
Disiplin anti kekerasan, Islam Kunci Keberhasilannya
Oleh: Ummu Umar
(Pendidik Generasi)
TanahRibathMedia.Com—“Aku membuka lembaran kitab di hadapan Imam Malik dengan sangat lembut, karena aku tidak ingin udara mengganggunya.”
Begitulah ucapan imam Asy Syafi’i ketika beliau sedang belajar dengan gurunya. Terlihat beliau sangat menjaga adab dengan sang guru sebagai bentuk penghormatan kepada ilmu dan guru yang menyampaikan ilmu. Coba kita amati fakta adab siswa di era saat ini? Lebih banyak mana yang mengedepankan adab atau mengesampingkan adab?
Realita pahit sikap siswa kepada gurunya banyak terjadi di negeri ini. Ada peristiwa keberanian siswa di Makassar merokok di depan gurunya yang sedang membacakan puisi. Sang guru tidak menegur perilaku siswa yang merokok tersebut seolah membiarkan kejadian tersebut. Seakan ketika menegur akan mengusik HAM siswa dan akhirnya membawa dilema karena menjatuhkan wibawa sang guru (suara.com, 18-10-2025).
Lain hal di Banten, seorang kepala sekolah SMAN menampar siswa yang kedapatan merokok ketika kegiatan sekolah berlangsung. Kegiatan Jumat berkah yang harusnya moment siswa semakin memperbaiki diri malah yang terjadi siswa tersebut merokok diam-diam di kantin sekolah. Ketika ditegur sang anak didik tidak mengakui hingga akhirnya spontanitas sang kepala sekolah menampar siswa tersebut.
Kasus tersebut lalu memicu pelaporan orangtua siswa kepada pihak kepolisian. Dan sampai pada aksi mogok oleh sejumlah siswa agar kepala sekolah tersebut dihentikan. Selang sepekan kejadian Pemprov kota Banten mempertemukan kedua pihak yakni orangtua siswa dan anaknya dengan kepala sekolah SMAN Cimarga tersebut. Mediasi tersebut menghasilkan kesepakatan damai dan tidak jadi menonaktifkan sang kepala sekolah (news.detik.com, 16-10-2025).
Sikap tidak disiplin seperti merokok sudah menjadi kebiasaan remaja di abad 20 ini. Seakan ingin menunjukkan bahwa merokok itu keren dan sudah dewasa. Tentunya hal ini tak lepas dari menjamurnya produk rokok yang ditawarkan oleh para produsen. Terlebih lagi hari ini sudah ada rokok varian rasa dalam bentuk rokok elektrik (vape). Incaran para produsen rokok ini sudah merambah generasi usia sekolah menengah pertama. Terlebih dengan mudahnya pelaporan orangtua yang tidak terima anaknya ditegur karena merokok, membuat sikap tidak disiplin seolah sulit untuk dihentikan.
Guru Dilema Bertindak
Guru itu adalah bagian dari pendidik. Tugas utama agar siswa punya adab, moral dan akhlak serta ilmu yang bermanfaat adalah peran orangtua. Guru membantu menyempurnakan hal tersebut secara kolektif di sekolah. Maka wajar, kesalahan siswa harus diperbaiki oleh sang pendidik. Namun, saat ini di sistem pendidikan liberal kapitalis membuat sang guru dilema. Seakan ada sikap kebingungan ketika anak ditegur nantinya malah dianggap melanggar HAM. Ketika dibiarkan siswa tidak disiplin malah kerusakannya akan menular pada siswa lain. Dan terlebih bisa menjatuhkan kehormatan sang guru. Lalu, seperti apa harusnya sang guru bersikap? Sungguh dilema yang tak berujung.
Kenyataan yang terjadi di lapangan lebih kepada spontanitas guru melakukan kekerasan terhadap ketidakdisiplinan siswa tersebut. Maka hal tersebut bukanlah hal yang juga dibenarkan. Maka perlu bagi kita saat ini mencari tahu metode pendidikan apa yang bisa mengubah ketidakdisiplinan anak anti kekerasan. Itu tanggung jawab negara.
Sistem anti islam yang berawal dari penerapan sistem kapitalis sekuler ini tidak menoleh kepada Alquran sedikitpun. Wajar memang negara abai terhadap pola mendidik generasi. Mulai dari dasar saja seperti kurikulum. Output yang dihasilkan lebih kepada generasi yang cinta materi. Duniawi sangat dikejar. Anak seolah punya impian hanya suskes dunia.
Ditambah lagi dukungan berbagai perusahaan yang memang ingin merusak citra anak sebagai generasi tangguh pembangun peradaban. Seperti perusahaan rokok yang ada saat ini. Merusak fisik, jiwa dan pemikiran, dan sikap anak. Wajar timbul persepsi merokok yang salah di kalangan siswa. Merokok itu adalah bentuk kedewasaan dan ketangguhan lelaki. Pemikiran sesat yang merusak.
Mendidik itu Butuh Aturan Allah
Anak butuh segalanya. Ilmu, keteladanan, kedisiplinan, kewibawaan. Hal tersebut bisa didapat dari orangtua. Ketika orangtua mampu memberikannya. Maka ketika orangtua belum mampu, tentunya negara harusnya membantu menghadirkan hal tersbut di lingkungan sekolah.
Islam datang sebagai wahyu yang berisi pengaturan lengkap. Mengatur banyak hal termasuk di dalamnya mendidik generasi punya adab terhadap gurunya. Selain dia beradab yang baik kepada orangtuanya.
Berikut dalil penghormatan terhadap guru:
وقال صلى الله عليه وسلم: من نظر إلى وجه العالم نظرة ففرح بها خلق الله تعالى من تلك النظرة ملكا يستغفر له إلى يوم القيامة
Artinya: Barang siapa memandang wajah orang alim (guru) dengan satu pandangan lalu ia merasa senang dengannya maka Allah Ta'ala menciptakan malaikat dari pandangan itu dan memohonkan ampun kepadanya sampai hari kiamat (Kitab Lubabul Hadis).
رواه الخطيب البغدادي عنجابر .أكْرِمُوا العُلَمَاءَ فإنَّهُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، فَمَنْ أكرَمَهُمْ فَقَدْ أَكْرَمَ الله وَرَسُولَهُ :وقال صلى الله عليه وسلم
Artinya: Hendaklah kamu semua memuliakan para ulama karena mereka itu adalah pewaris para nabi. Maka, siapa memuliakan mereka, berarti memuliakan Allah dan rasul-Nya (HR Al Khatib Al Baghdadi dari Jabir ra., Kitab Tanqihul Qaul).
Maka seorang siswa wajib diperintahkan Allah untuk memuliakan guru selayaknya memuliakan orangtua kita sendiri.
Namun begitu pula sebaliknya hal tersebut juga berlaku bagi guru untuk selalu memperhatikan kebutuhan anak didiknya dan mendoakannya agar mereka baik dari pemikiran maupun tingkah lakunya. Ini sangat bergantung kepada peran penguasa negeri untuk agar bisa terealisasi. Guru mendidik disekolah, orantua di rumah, masyarakat di lingkungan, negara memfasilitasi.
Seperti itulah yang Rasulullah lakukan di negara Madinah di awal pemerintahan beliau.
Harus jelas meletakkan hak asasi pada generasi. Ketika yang dilakukan adalah ketidakdisiplinan, hal merusak dan membahayakan, bahkan boros seperti merokok, maka penting untuk tidak membela anak. Orangtua dan guru bertanggung jawab memperbaiki anak. Negara juga harus meminimalisir produk yang merusak generasi tersebut. Atau bahkan memusnahkannya.
Maka, sejatinya keberhasilan mendidik generasi adalah peran setiap pihak. Tidak hanya mengandalkan guru dan sekolah. Namun tanggung jawab semua pihak. Jiwa ammar ma’ruf orangtua, guru, masyarakat, dan negara harus tumbuh. Tapi tetap dengan cara yang dibenarkan Allah.
Via
Opini
Posting Komentar