Opini
Berkibarnya Bendera One Piece, Bukti Kekecewaan Masyarakat terhadap Negeri Kapitalis
Oleh: Fitri Amanah
(Mahasiswi)
TanahRibathMedia.Com—Bendera One Piece, yaitu gambar tengkorak yang khas dengan topi jeraminya merupakan lambang dari serial anime jepang yang menceritakan sekelompok bajak laut. Simbol/bendera ini merepresentasikan kebebasan, loyalitas, dan tekad yang tinggi untuk melindungi sahabatnya (Kompas.com, 9-8-2025).
Karakter-karakter dalam serial ini menentang tirani, membela kaum yang tertindas, dan memperjuangkan keadilan meskipun mereka disebut sebagai “bajak laut” (metrotvnews.com, 9-8-2025).
Akhir-akhir ini kita menyaksikan banyak dari masyarakat yang melakukan aksi pengibaran bendera One Piece menjelang hari peringatan kemerdekaan RI pada 17 Agustus. Meski sebagian ada yang menyatakan bahwa ini adalah kreatifitas dan bentuk ekspresi diri pemuda, tetap saja ada kekhawatiran bahwa aksi ini adalah pemicu gerakan kontra pada pemerintah.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengatakan penolakannya terhadap aksi pengibaran bendera bergambar bajak laut dari serial one piece yang dilakukan oleh sejumlah pengemudi truk dan masyarakat. Ia menilai tindakan tersebut berpotensi menjadi simbol pembangkangan terhadap negara, terlebih menjelang peringatan hari kemerdekaan RI (Kompas.com, 9-8-2025).
Menanggapi kejadian ini juga, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa dirinya mendapat masukan dari lembaga-lembaga intelijen mengenai kemungkinan adanya upaya sistematis di balik kemunculan simbol-simbol tersebut. Ia juga menyinggung kemungkinan campur tangan pihak asing yang tidak ingin Indonesia terus maju (metrotvnews.com, 9-8-2025).
Riki Hidayat, seorang warga Kebayoran, Jakarta Selatan, berencana mengibarkan bendera anime One Piece di rumahnya pada perayaan HUT ke-80 RI. Menurutnya, tindakan ini merupakan simbol protes atau perlawanan dari rakyat yang merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah selama ini. Riki mempertanyakan makna nasionalisme jika pemerintah tidak berupaya memenuhi hak-hak warganya, padahal warga sudah membayar pajak yang seharusnya setara dengan hak yang mereka dapatkan. Bang Riki mempertanyakan apa artinya nasionalisme jika negara tidak ada upaya dalam pemenuhan hak warga negara, padahal warga negara sudah membayar pajak tetapi tidak sepadan dengan apa tang warga dapatkan (tempo.co, 9-8-2025).
Bentuk Kekecewaan
Pengibaran bendera One Piece menjelang HUT RI ke-80 merupakan ekspresi kekecewaan rakyat atas ulah oligarki yang terus-terusan berbuat makar di negeri mereka. Cerita serial anime One Piece sangat menggambarkan kondisi di Indonesia, di mana segelintir pejabat menikmati dan memanfaatkan kekuasaan, mereka membuat kebijakan untuk kepentingan elit sementara rakyatnya tertindas dan terus tercekik oleh kezaliman yang struktural.
Bagi sebagian orang terutama generasi muda digital, bendera ini adalah cara baru dalam menyuarakan kritik sosial yang imajinatif, damai, dan sarat akan makna. Mereka menjadikan serial anime One Piece bukan hanya sebagai ikon hiburan, tetapi menjadi simbol kegelisahan akan ketimpangan, korupsi, dan ketidakadilan struktural yang tak kunjung reda (Ismail Fahmi, dalam karya opininya, slideshare.net, 12-8-2025).
Pada faktanya pengibaran bendera One Piece ini tidak melanggar ataupun melecehkan negara selama pengibaranya tidak melebihi tinggi bendera Indonesia dan tidak dengan niatan ingin menandingi bendera Indonesia.
Jika rakyat sudah sampai bersuara menggunakan bendera serial ikon anime, menandakan ada yang salah dari segi ketersediaan ruang aspirasi rakyat. Penggunaan ikon One Piece ini bukan tindak bebal sebagian rakyat melainkan sinyal keras bahwa rakyat sedang menyuarakan aspirasinya yang seringkali tidak didengar oleh penguasa negeri.
Pemerintah suatu negara seharusnya bisa memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Pemerintah Indonesia diharapkan bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya, seperti kesejahteraan, keadilan, dan keamanan. Namun, kenyataannya, banyak rakyat merasa kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi dan keadilan sulit didapatkan. Bahkan, ada anggapan bahwa penguasa justru menindas dan tidak peduli pada kesejahteraan mereka.
Berbagai masalah yang ada, seperti korupsi, hukum yang tidak adil, dan pajak yang terus meningkat, dianggap sebagai bukti kegagalan sistem pemerintahan yang berlandaskan kapitalisme-sekularisme. Sistem ini buatan manusia, jadi tidak bisa sepenuhnya adil. Sebaliknya, sistem ini malah menghasilkan aturan yang lebih menguntungkan segelintir penguasa dan pengusaha kaya (oligarki). Contohnya, UU Minerba 2020 dan UU Cipta Kerja 2022 dianggap mempermudah para oligarki untuk mengambil keuntungan dari kekayaan alam, sementara masyarakat di sekitar lokasi tersebut justru merasakan dampak buruknya, seperti kerusakan lingkungan.
Selain itu, menyoroti kasus pemblokiran 122 juta rekening oleh PPATK termasuk bentuk ketidakadilan dari penguasa. Begitulah, ideologi kapitalisme mustahil menciptakan keadilan. Oleh karenanya, menghendaki perbaikan, tetapi masih bertumpu pada ideologi rusak ini sama saja dengan mengulang kembali kepahitan yang sama. Saatnya rakyat mencari ideologi terbaik untuk membebaskan mereka dari kapitalisme.
Islam, Sistem Terbaik
Kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum dalam sistem politik biasanya dipegang oleh manusia. Sebaliknya, dalam Islam, kedaulatan mutlak sepenuhnya milik Allah Swt. Ini berarti satu-satunya hukum yang sah dan harus ditaati adalah syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Manusia tidak berhak menciptakan hukum baru, melainkan hanya berkewajiban untuk tunduk pada hukum-hukum Allah yang sudah dianggap sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan, dari ibadah hingga pemerintahan, sebagaimana firman Allah Swt.:
إِنِ ٱلْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ ٱلْحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلْفَٰصِلِينَ
“Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik” (TQS. Al An’am:57).
Hukum-hukum Islam dipastikan tidak akan mengalami bongkar pasang, karena hukum yang dibuat mutlak milik Allah yang Mahatahu akan fitrah manusia dan akan terus sesuai seiring berkembangnya zaman dan teknologi. Dengan konsep kedaulatan di tangan syari’at Islam, tidak akan ada peluang manusia untuk mengagungkan manusia yang lainnya. Dalam Islam, manusia dianggap setara di mata Allah.
Pemimpin atau khalifah bertugas menerapkan seluruh aturan Islam secara menyeluruh. Namun, kekuasaannya tidak absolut karena ia juga tunduk pada hukum Allah. Rakyat berhak mengoreksi pemimpin jika melakukan kesalahan.
Mengutip perkataan Khalifah Abu Bakar sebagai contoh, yang meminta rakyat untuk meluruskan dirinya jika ia salah:
“Jika saya baik, bantulah saya dan jika saya salah, Iuruskanlah. Taatilah saya selama saya menaati Allah dan Rasul-Nya dalam memimpin kalian.”
Jika hukum Islam diterapkan sepenuhnya dalam pemerintahan, maka pemerintahan akan berjalan baik, keadilan akan terwujud, dan penindasan akan hilang. Untuk mencapai hal ini, masyarakat harus memiliki kesadaran politik. Artinya, mereka harus paham dan peka terhadap ketidakadilan yang terjadi. Dengan kesadaran tersebut, masyarakat bisa bergerak bersama untuk memperjuangkan keadilan sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw.
Perubahan yang benar-benar nyata hanya bisa terjadi jika masyarakat mengubah sistem pemerintahan yang ada menjadi Khilafah, sebuah sistem politik Islam yang dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menjalankan syariat Islam secara sempurna. Oleh karena itu, memperjuangkan tegaknya Khilafah dianggap sebagai sebuah kewajiban.
Wallahu a’lam bishawaab.
Via
Opini
Posting Komentar