Opini
Kesejahteraan Guru Kian Perih dalam Sistem Setengah Hati
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Kabar viral tersebar di media sosial, tunjangan tugas tambahan guru di Banten dikabarkan dicoret dari APBD murni 2025. Tentu saja, kabar ini mengejutkan. Mengingat ada ribuan guru yang menjadi tulang punggung pendidikan di Banten (tangerangnews.co.id, 24-6-2025).
Diketahui tunjangan tambahan (tuta) ribuan guru tidak bisa cair tahun ini. Seperti yang telah ramai dikabarkan, hanya beberapa posisi guru yang bisa cair tuta-nya. Di antaranya, tuta wakasek yang awalnya Rp2.500.000 diwacanakan akan turun drastis menjadi Rp500.000 (bantenraya.com, 29-5-2025). Sedangkan honor tuta walikelas dipotong dari Rp400.000 menjadi Rp250.000 per bulan per guru.
Berita tersebut dibenarkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Arsip Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti. Hal ini pula yang menjadi alasan utama tidak cairnya dana tunjangan tugas utama guru pada tahun ini. Kebijakan tersebut diatur dalam dua regulasi pusat. Pertama, Permendikbud RI Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah. Kedua, Surat Keputusan Kepmendikbudristek Nomor 495/M/2024 tentang Rincian Ekuivalensi Tugas Tambahan Lain Guru.
Menyoal tidak cairnya tuta guru, para guru dengan itikad baik masih menunggu kebijakan dari Disdikbud Provinsi Banten dan masih berharap agar tuta dapat cair sebagaimana mestinya.
Mirisnya Nasib Guru
Hebohnya masalah tunjangan tambahan (tuta) guru yang dicoret dari APBD 2025 Banten membuat nasib guru kian terancam. Guru berusaha melakukan beberapa usaha untuk dapat mengembalikan cairnya tuta guru tersebut. Bahkan dikabarkan terdapat komunitas guru yang merencanakan turun ke jalan.
Fenomena ini merupakan refleksi nasib guru dalam sistem yang kini diadopsi. Saat ini, kesejahteraan guru masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat. Pemenuhan kesejahteraan tentu membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah.
Masalah penggajian guru erat hubungannya dengan ketersediaan sumber dana negara. Saat ini keadaan ekonomi negara semakin tidak menentu karena penataan ekonomi yang bersandar pada sistem kapitalisme sekularistisk. Sistem yang mengutamakan kepentingan para oligarki kapitalis. Segala kebijakan diarahkan untuk memenuhi target keuntungan materi tanpa mempedulikan nasib rakyat. Dalam hal ini, nasib guru yang kian dilalaikan dengan dalih menipisnya dana APBN negara. Padahal APBN yang ada semakin menipis karena tata kelola rusak yang menggadaikan sumberdaya yang dimiliki rakyat.
Serentetan kebijakan yang ditetapkan dalam sistem kapitalisme sekularistik memposisikan guru hanya sebatas profesi pekerja yang tidak berbeda dengan profesi lainnya.
Mestinya negara mampu memposisikan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Karena dengan adanya guru yang berkualitas akan terlahir peradaban tangguh demi masa depan bangsa yang menjanjikan. Namun sayang, negara tidak mampu sepenuhnya mengurusi pendidikan secara mandiri. Sebaliknya, urusan pendidikan justru diserahkan kepada pihak swasta yang menjadikan sektor pendidikan sebagai obyek bisnis yang menguntungkan. Tidak hanya itu, sistem keuangan dalam sistem kapitalisme juga menitikberatkan pengaturan ekonomi pada utang, sehingga gaji besar dirasakan membebani negara.
Semua ini menjadi bukti bahwa negara mandul dalam menetapkan regulasi yang mampu melayani rakyat. Mestinya pemerintah mampu menjadi regulator yang mengatur segala hak rakyat. Terlebih hak guru yang menjadi tulang punggung pendidikan yang memiliki kedudukan sebagai pendidik generasi. Dengan keadaan demikian, fungsi guru tidak mampu optimal mendidik generasi. Wajar saja, saat banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Tidak sedikit juga guru yang terlilit utang, pinjol atau terlibat judol karena sulitnya memenuhi standar layak kehidupan sehari-hari.
Posisi Guru dalam Islam
Guru merupakan posisi yang dimuliakan dalam Islam. Karena guru nerupakan salah satu penentu arah masa depan generasi. Generasi cemerlang akan melahirkan peradaban yang gemilang.
Guru pun memiliki kedudukan istimewa dalam syariat Islam. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, 'Berdirilah kamu,' maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al-Mujadilah: 11)
Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan para guru. Negara memiliki tanggung jawab besar untuk menentukan kesejahteraan guru. Islam-lah satu-satunya harapan. Sistem Islam yang diterapkan dalam satu wadah khas yang menetapkan syariat sebagai satu-satunya acuan, khilafah manhajin nubuwwah.
Di bawah kepemimpinan khilafah, kesejahteraan rakyat dijamin melalui pengelolaan sumber daya alam secara amanah. Kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, serta fasilitas infrastruktur dapat dipenuhi dengan harga terjangkau, bahkan gratis untuk kebutuhan pokok.
Dalam sektor pendidikan, khilafah menetapkan penghargaan besar bagi para guru dalam bentuk gaji yang layak dan sebanding dengan ilmu serta tenaga yang dicurahkan guru dalam mendidik anak bangsa. Misalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, guru memperoleh gaji sebesar 15 dinar per bulan (dengan 1 dinar setara 4,25 gram emas). Bila dikonversikan ke nilai emas saat ini, gaji tersebut setara dengan sekitar Rp109.500.000 juta per bulan. Gaji yang layak ini tentu akan memaksimalkan peran guru dalam mencetak generasi berkualitas. Guru pun tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan sampingan. Posisi guru menjadi lebih potensial karena mampu mengoptimalkan kemampuan dan profesionalitasnya dalam mendidik anak bangsa.
Sempurnanya sistem Islam yang menjaga. Penerapannya yang bijaksana mampu menciptakan kekuatan sektor pendidikan sehingga mampu menjamin masa depan lebih gemilang.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar