Opini
Solusi Islam untuk Eksploitasi Tenaga Kerja
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia menghadapi permasalahan sosial ekonomi yang kompleks. Kemiskinan dan pengangguran menjadi sorotan utama, namun eksploitasi tenaga kerja merupakan realita serius yang terkait erat dengan kedua masalah tersebut. Tingginya angka kemiskinan memaksa banyak orang menerima pekerjaan dengan kondisi tidak layak demi memenuhi kebutuhan dasar, meningkatkan kerentanan mereka terhadap eksploitasi seperti upah rendah dan kerja lembur tanpa kompensasi, yang kini telah menjadi praktik umum.
Eksploitasi ini tidak hanya menimpa kelompok miskin dan pengangguran. Bahkan generasi Z, yang dikenal mahir teknologi, pun rentan karena lemahnya posisi tawar. Mereka sering terjebak dalam siklus kerja kejam, dengan jam kerja ekstrem (12–14 jam/hari) dan upah rendah (Rp50.000–Rp70.000) (Kompasiana.com, 4-6-2025). Kondisi ini sesuai dengan definisi perbudakan modern menurut International Labour Organization (ILO) tahun 2022.
Eksploitasi tenaga kerja bukan kejadian kebetulan, melainkan sistem yang tertanam dalam struktur kapitalisme yang memprioritaskan keuntungan ekonomi di atas segalanya. Pemisahan agama dari ranah publik telah melemahkan landasan moral yang seharusnya melindungi pekerja dari praktik-praktik eksploitatif. Oleh karena itu, perubahan paradigma yang memprioritaskan martabat manusia dan kesejahteraan sosial, bukan hanya pertumbuhan ekonomi, sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Kapitalisme Sekuler: Dehumanisasi dalam Mesin Ekonomi
Sistem kapitalisme sekuler, dengan pandangannya yang reduksionis, mereduksi pekerja menjadi sekadar faktor produksi, mengabaikan kebutuhan, aspirasi, dan martabat mereka sebagai manusia.
Mekanisme pasar bebas yang tak terkendali, didorong oleh persaingan ketat dan pengejaran keuntungan maksimal, memperburuk situasi. Perusahaan kerap menekan biaya produksi dengan mengorbankan kesejahteraan pekerja. Globalisasi, dengan rantai pasoknya yang kompleks dan seringkali tak transparan, memudahkan praktik eksploitasi ini.
Liberalisasi pasar dan deregulasi yang berlebihan semakin melemahkan perlindungan pekerja, sementara permintaan akan barang murah terus mendorong penggunaan tenaga kerja yang dieksploitasi. Di sisi lain, peran pemerintah yang diminimalisir dalam sistem ini mengakibatkan regulasi dan pengawasan tidak efektif, serta dominasi sekularisme dalam ranah publik, turut memperparah masalah ini. Akibat ketiadaan nilai-nilai spiritual dan etika agama dalam kesadaran kolektif dunia kerja menciptakan lingkungan yang subur bagi dehumanisasi dan eksploitasi. Sistem kapitalisme sekuler, dengan ketidakadilan struktural dan dehumanisasi yang melekat, berbenturan tajam dengan ajaran Islam.
Perspektif Islam dalam Hubungan Ketenagakerjaan: Kemitraan yang Saling Menguntungkan
Berbeda dengan sistem kapitalis yang mengedepankan keuntungan maksimal tanpa mempertimbangkan kesejahteraan pekerja, Islam memandang hubungan ketenagakerjaan sebagai kemitraan yang adil dan saling menguntungkan, jauh dari eksploitasi atau penindasan. Prinsip ini terwujud dalam konsep ijarah al-‘ajir (kontrak kerja) yang mengatur hubungan antara pengusaha (musta’jir) dan pekerja (‘ajir).
Dalam pandangan Islam, pengusaha memperoleh keuntungan dari jasa pekerja, sementara pekerja menerima imbalan yang layak atas jerih payahnya. Keseimbangan ini menciptakan hubungan yang harmonis dan produktif. Kontrak kerja yang adil merupakan manifestasi prinsip keadilan sosial. Ketidakadilan, baik dari pengusaha maupun pekerja, harus dihindari. Islam menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Kesesuaian kontrak kerja (ijarah al-‘ajir) dengan syariat Islam memerlukan beberapa syarat penting:
- Pekerjaan halal: Jenis pekerjaan yang disepakati harus halal dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
- Kesepakatan sukarela: Perjanjian kerja harus didasarkan pada keridhaan dan kesepakatan bersama, tanpa paksaan dari pihak mana pun.
- Ketentuan yang jelas dan transparan: Kontrak kerja harus memuat detail pekerjaan yang akan dilakukan, jangka waktu kerja, besar upah yang disepakati, serta beban kerja yang wajar dan tidak memberatkan.
Peran Negara dalam Sistem Ekonomi Islam: Menuju Keadilan dan Kesejahteraan Berkelanjutan
Islam mendefinisikan negara sebagai aktor utama dalam menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan, berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islam. Tujuannya bukan sekadar mengejar keuntungan materi, melainkan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi seluruh rakyatnya. Peran aktif negara ini menjadi kunci dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan yang berkelanjutan, sekaligus mencegah eksploitasi yang merajalela dalam sistem ekonomi konvensional.
Salah satu pilar penting dalam sistem ekonomi Islam adalah pengaturan kepemilikan yang jelas. Kepemilikan pribadi diakui, namun diimbangi dengan prinsip-prinsip keadilan distributif. Sumber daya alam, sebagai anugerah Tuhan, adalah milik umum yang dikelola secara bijaksana oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan pngelolaan yang bertanggung jawab ini memastikan distribusi kekayaan yang merata, sehingga negara mampu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan begitu masyarakat dapat hidup sejahtera dan martabat, serta terhindar dari jurang kemiskinan yang kerap memicu eksploitasi.
Untuk mencegah inflasi, sistem ekonomi Islam juga memiliki solusi yang inovatif melalui
penggunaan mata uang berbasis emas dan perak, sebagai standar nilai yang stabil, mencegah manipulasi moneter, dan menjaga daya beli masyarakat. Sistem ini menekankan kegiatan ekonomi riil dan produktif, menghindari spekulasi dan aktivitas ekonomi yang tidak bermanfaat. Dengan begitu stabilitas ekonomi tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi terus berkelanjutan tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat.
Lebih lanjut, peran aktif negara dalam sistem ekonomi Islam sangat krusial dalam mencegah eksploitasi tenaga kerja. Dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas melalui kebijakan ekonomi yang tepat, negara menyeimbangkan kekuatan tawar antara pekerja dan pengusaha. Penetapan upah minimum yang layak, perlindungan hak-hak pekerja, dan penindakan tegas terhadap pengusaha yang melakukan eksploitasi menjadi tanggung jawab negara. Hal ini memastikan agar pekerja mendapatkan imbalan yang setimpal atas jerih payah mereka, terhindar dari praktik-praktik kerja yang tidak manusiawi, dan terlindungi dari penindasan ekonomi.
Eksploitasi tenaga kerja yang saat ini banyak dihadapi oleh masyarakat Indonesia, termasuk generasi Z, merupakan masalah serius yang berakar pada sistem ekonomi kapitalis. Penerapan prinsip-prinsip Islam dalam hubungan ketenagakerjaan, termasuk peran negara dalam Islam yang tidak sekadar menjalankan fungsi administratif. Namun berperan sebagai penjaga keadilan dan kesejahteraan. Menjadi bagian integral dalam pencegahan eksploitasi, menjamin agar setiap individu dapat hidup dengan martabat dan berkontribusi dalam pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Sistem ini menawarkan alternatif yang komprehensif dan berkelanjutan hingga menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi kesejahteraan semua pihak.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar