Motivasi
Langkah Kecil Menjemput Hidayah
Oleh: Maman El Hakiem
(Pegiat Literasi)
TanahRibathMedia.Com—Pagi itu, Sabtu 28 Juni 2025, mentari baru saja naik dari peraduan. Embun masih melekat di daun-daun halaman Aula MT Bani Syamsudika, Jatiwangi. Udara segar membelai wajah-wajah yang datang, menyambut sebuah agenda dakwah istimewa yaitu diskusi tentang Hikmah dari Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam secara Kaffah.
Di antara para hadirin yang datang berduyun-duyun, tampak sosok yang berbeda. Seorang ayah muda, sederhana penampilannya, menggendong anak laki-lakinya yang masih balita, belum genap lima tahun. Langkahnya mantap, walau sesekali harus menenangkan si kecil yang sibuk menunjuk ke sana kemari, kagum melihat suasana ramai.
Bagi sebagian orang, mungkin aneh membawa anak sekecil itu ke majelis ilmu. Tapi tidak baginya. Baginya, dakwah bukan urusan orang dewasa saja. Ini tentang warisan iman, tentang menanam benih sejak dini agar kelak tumbuh menjadi pohon yang kokoh dalam keislaman.
“Lihat Nak, banyak orang datang pagi-pagi bukan buat jalan-jalan, tapi buat belajar tentang Islam,” bisik sang ayah sambil duduk di barisan belakang.
Diskusi dimulai. Suasana khidmat. Narasumber mengupas tuntas tentang makna Islam kaffah, sebuah panggilan hidup untuk tunduk sepenuhnya pada aturan Allah, dalam setiap aspek: pribadi, keluarga, masyarakat, hingga negara. Tidak sebagian-sebagian. Tidak sebatas ritual, tapi menyeluruh dalam sistem hidup.
Si kecil di pangkuan ayahnya mulai menguap, sesekali bermain dengan jari ayahnya. Tapi sang ayah tidak gusar. Ia tahu, mungkin anaknya belum mengerti isi diskusi pagi itu. Tapi telinganya mendengar. Hatinya ikut terhubung dengan suasana. Dan yang paling penting—ia belajar dari kebiasaan, bahwa majelis ilmu adalah rumah keduanya.
Sesekali ayah itu menunduk, membisikkan doa:
"Ya Allah, jadikan anakku tumbuh mencintai majelis ilmu, mencintai dakwah, dan menjadi pembela agama-Mu di masa depan.”
Setelah diskusi usai, para peserta saling bersalaman, menyambung ukhuwah. Sang ayah berdiri, membenahi tas kecil anaknya yang berisi botol minum dan mainan kesayangan. Ia tersenyum puas. Hari ini bukan hanya tentang menambah wawasan, tapi juga membiasakan jiwa muda dalam atmosfer perjuangan.
“Seru ya, Yah?” celoteh si kecil polos.
“Iya, Nak. Kita belajar tentang jalan hidup. Islam itu bukan cuma di rumah, tapi di semua tempat. Termasuk di sini.”
Mereka pun melangkah pulang, menembus cahaya pagi yang kian hangat. Mungkin tak banyak yang memperhatikan langkah mereka. Tapi sesungguhnya, itulah langkah kecil menuju cita-cita besar: membangun generasi cinta dakwah, sejak usia dini.
Karena dalam keluarga seperti itulah, peradaban akan kembali tegak. Islam kaffah dimulai bukan hanya dari mimbar, tetapi dari pangkuan seorang ayah.
Wallahu'alam bish shawwab.
Via
Motivasi
Posting Komentar