Opini
Khilafah Menjamin Tersedianya Rumah Layak Huni
Oleh: Lia Ummu Thoriq
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Masalah perumahan masih menjadi PR di negara kita. Banyak rakyat Indonesia khususnya yang tinggal di perkotaan tidak memiliki tempat tinggal yang layak. Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah, agar rakyat Indonesia tidak hidup terlunta-lunta.
Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Proyono menegaskan pentingnya sinergi lintas kementerian dalam upaya mengentaskan kemiskinan ekstrim. Salah satunya melalui program perumahan yang tepat sasaran. "Tugas dari Kemensos adalah menghapus kemiskinan ekstrim dan pengentasan kemiskinan" ujarnya dalam keterangan tertulis Jum'at (25-04-2025).
Hal ini dia sampaikan saat menghadiri Rapat Koordinasi Satu Data Perumahan dan Kawasan Pemukiman bersama wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Fahri Hamzah di Jakarta beberapa bulan lalu. Rapat yang digelar di Gedung Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Kemen PKP) ini menjadi forum penting untuk menyatukan persepsi sosial data perumahan (detikNews, Jum'at, 25-04-2025).
Kemiskinan masih menjadi momok di negara kita. Kemiskinan menjadi pengganjal cita-cita rakyat untuk mendapatkan rumah yang layak huni. Dilansir dari Tempo, lebih dari separuh penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia mengestimasi jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 17,8 juta orang atau 60,3 persen (Tempo, Jum'at, 08-05-2025)
Kemiskinan ekstrim yang terjadi berdampak pada masyarakat untuk membeli rumah layak huni. Apalagi harga tanah dari hari ke hari semakin melambung tinggi. Belum lagi material bangunan yang setiap tahun mengalami kenaikan. Banyak masyarakat yang tidak sanggup untuk membeli rumah layak huni. Akibatnya banyak masyarakat yang tinggal di tempat hunian yang tidak layak, hal ini mengancam jiwa dan nyawa. Seperti tinggal di kolong jembatan, rumah gerobak, rumah kardus dan masih banyak lagi tempat tinggal yang tidak layak.
Akibat kemiskinan ekstrim banyak masyarakat yang memilih tinggal di rumah petak. Mereka tidak sanggup untuk mengontrak rumah, akhirnya memilih rumah petak sebagi alternatifnya. Padahal hal ini sudah tidak sehat untuk ditinggali, pasalnya tidak hanya dihuni oleh sepasang suami istri namun dengan anak-anak yang cukup banyak. Tidak ada lagi ruang privasi untuk suami istri. Dari kondisi ini banyak terjadi kasus, salah satunya adalah pelecehan seksual yang dilakukan oleh keluarga terdekat. Nauzubillah
Sebagai contoh seorang nenek yang bernama Hasna 62 tahun. Nek Hasna hidup bersama 13 orang keluarga di dalam rumah dua lantai yang berukuran 3x2 meter di kecamatan Johor Baru Jakarta Pusat. Awalnya Nek Hasna hanya tinggal bersama anak-anaknya berjumlah 5 orang. Namun sekarang anak-anaknya sudah mempunyai keturunan. Sehingga Nek Hasna hidup bersama anak-anaknya, mantu, cucu bahkan cicitnya berjumlah 13 orang. Kemiskinan ekstrim membuat Nek Hasna dan keluarganya tidak mampu untuk membeli rumah layak huni. Mereka terpaksa hidup di dalam rumah yang sempit dengan sirkulasi udara yang tidak sehat (detikProperti, Jumat, 04-11-2024).
Arus urbanisasi menuntut masyarakat berpindah dari kota ke desa demi mendapatkan penghidupan yang layak. Kota menjadi magnet bagi masyarakat desa untuk mencari pekerjaan yang layak. Hal ini menjadi peluang bisnis perumahan menjadi sesuatu yang menjamur di kota-kota besar. Peluang inilah yang dilirik oleh para korporasi atau pengembang untuk membuka bisnis perumahan. Namun sayangnya harga yang dipatok cukup tinggi, sehingga masyarakat yang berpenghasilan rendah tak mampu menjangkau nya karena daya jual yang cukup tinggi.
Korporasi mengendalikan pembangunan perumahan rakyat dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Inilah yang menyebabkan harga rumah semakin tidak terjangkau. Menjamurnya perumahan-perumahan di perkotaan menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perumahan. Bahkan saat ini para pengembang mulai melirik daerah-daerah penyangga ibu kota, sebut saja Bogor, Bekasi, Tanggerang, dan lain sebagainya.
Harga tanah di daerah ini masih cukup terjangkau. Namun ketika sudah di tangan pengembang harganya melambung tinggi. Kita ambil contoh saja di daerah Jonggol Bogor Jawa Barat, banyak di daerah ini lahan penduduk yang disulap menjadi perumahan. Dilansir dari situs rumah 123, harga perumahan di daerah Jonggol di buka dengan harga 300 jutaan. Harga ini masih cukup mahal untuk rakyat miskin untuk mengaksesnya. Harapan mempunyai rumah yang layak menjadi harapan semu bagi rakyat Indonesia yang berpenghasilan rendah.
Di tengah menjamurnya pengembangan perumahan, sementara negara hanya bertindak sebagai regulator. Para pengembang "semakin liar" membuka perumahan sampai ke pelosok kampung. Bisa kita lihat sawah-sawah banyak yang berubah menjadi perumahan. Kampung-kampung yang dulunya ditanami pohon sekarang berubah menjadi beton yang kokoh. Hal ini tak ayal berdampak pada kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah banjir. Banyak kita saksikan ketika musim hujan, perumahan terendam banjir. Hal ini menjadi indikasi negara seolah yang lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan perumahan rakyatnya.
Kesenjangan ekonomi finansial akibat diterapkannya sistem kapitalisme kesenjangan yang semakin menganga. Tak dipungkiri menciptakan orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin. Bisa kita lihat orang kaya ‘flexing’ kekayaannya di sosial media. Sedangkan orang miskin untuk bisa makan sesuap nasi saja harus berjuang mati-matian.
Dalam sistem kapitalisme dengan faham kebebasannya diperbolehkan bagi yang memiliki kapital atau modal bebas memiliki apa saja. Para kapital bebas menguasai tambang-tambang raksasa sehingga pundi-pundi rupiah masuk terus ke rekeningnya. Namun bagi yang miskin tidak bisa berbuat apa-apa karena tak punya modal untuk membuka modal usaha. Dari sini wajar perumahan mewah dalam sistem kapitalisme hanya dapat dinikmati bagi mereka yang mempunyai modal raksasa.
Khilafah Menjamin Tersedianya Rumah Layak Huni
Khilafah menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan. Kebutuhan pokok atau primer dalam pandangan Islam mencakup sandang, pangan, dan papan. Jadi perumahan atau papan termasuk kebutuhan pokok yang akan dijamin oleh negara. Selain kebutuhan pokok negara juga akan menjamin kebutuhan pokok berupa jasa yaitu, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Pemenuhan ini untuk setiap warga baik muslim maupun nonmuslim.
Khilafah akan membuka lapangan pekerjaan hal ini akan meminimalisir kemiskinan. Dengan penghasilan yang mencukupi maka setiap kepala keluarga akan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Selain itu dengan penghasilan terebut setiap kepala keluarga akan mampu membeli rumah yang layak huni untuk keluarganya.
Khilafah dengan tata kelolanya sesuai standar hukum syarak niscaya akan tercipta perumahan yang layak huni. Regulasi Islam dan kebijakan khilafah akan memudahkan seseorang memiliki rumah. Salah satu regulasinya aturan terkait dengan tanah, ketika tanah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya maka negara berhak memberikan kepada orang lain. Bahan-bahan pembuatan rumah juga mudah didapat sebab sebagian besar merupakan kepemilikan umum.
Via
Opini
Posting Komentar