OPINI
Narkoba Merajalela, Generasi dalam Bahaya
Oleh: Matraah
(Guru dan Pemerhati Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Kasus narkoba di kalangan pelajar kembali mencuri perhatian publik. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim telah melakukan tes urine terhadap 50 pelajar di wilayah Jalan Kunti, Surabaya pada 7 November 2005. Hasilnya ada 15 siswa SMP positif narkoba. Jalan Kunti memang telah dijuluki sebagai kampung narkoba di Surabaya. Terdapat bilik-bilik kecil dari kayu beratap terpal yang berderet di sana. Bilik -bilik itu seringkali digunakan sebagai tempat pesta sabu dan transaksi narkoba. Kepala BNN Jatim Bribjen Pol Budi Mulyanto menyatakan keprihatinannya dan bertekad kuat memberantas jaringan peredaran narkoba dan merehabilitasi para pengguna di kawasan jalan Kunti. Dua orang pengedar narkoba telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu BNNP Jatim juga menangkap salah seorang penyedia bilik sekaligus terbukti sebagai pengguna bersama 9 orang pengguna lainnya sehingga akan direhabilitasi (Kompas.com, 16-11-2025).
Pemerintah melalui polri, BNN, dan intelijen mengaku telah berupaya memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Namun, realitasnya peredaran narkoba terus meluas bahkan menyasar pelajar dan anak-anak. Berdasarkan data Humas Polri telah teridentifikasi sebanyak 228 kampung narkoba di seluruh Indonesia, 118 diantaranya telah terbebas dari jeratan narkoba (Inibalikpapan.com, 1-10-2025).
Banyaknya kampung narkoba menunjukkan bahwa peredaran narkoba sangat sitemik sehingga merajalela dan sulit diberantas. Merajalelanya narkoba bukan sekadar persoalan hukum atau lemahnya ketakwaan individu, tetapi merupakan kegagalan sistemis dalam upaya melindungi generasi muda dari jeratan narkoba. Kegagalan itu disebabkan banyak faktor. Di antaranya, pertama, lemahnya pengawasan dan perlindungan negara. Banyak pihak menilai pemerintah belum serius berupaya memberantas narkoba. Hal ini terukti dari penegakan hukum yang lemah baik pada bandar, pengedar maupun pengguna narkoba. Hingga hari ini pemerintah belum mampu menangkap jaringan-jaringan besar narkoba bahkan jaringan internasional telah masuk dengan mudah ke negeri ini.
Kedua, adanya paradigma yang salah tentang narkoba akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Dalam konsep negara dan masyarakat yang kapitalistik narkoba dianggap sebagai barang ekonomi, bukan barang haram. Narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Sebagaimana prinsip hukum penawaran dan permintaan dalam hukum ekonomi kapitalis, yaitu ketika permintaan barang meningkat maka pengadaan stok barang akan meningkat pula. Bisnis haram narkoba akan selalu tumbuh subur dan transaksi gelap narkoba akan terus ada selama ada yang membutuhkan. Bahkan transaksi cenderung meningkat selama permintaan terhadap narkoba juga meningkat. Hal ini berakibat pada bertambahnya jumlah pengguna, pengedar, kurir, dan bandar narkoba.
Ketiga, sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mencabut nilai-nilai agama dari peserta didik sehingga melahirkan generasi yang lemah iman dan kehilangan arah. Mereka tidak memahami hakikat kebahagiaan sejati sehingga hedonis dan mudah terjebak dalam pusaran kemaksiatan termasuk kasus narkoba. Penidikan sekuler hanya berfokus pada pencapaian nilai-nilai akademik, tetapi abai pada pembinaan kepribadian peserta didik.
Sistem pendidikan sekuler telah menjadikan tujuan hidup hanya mengejar kebahagiaan materi semata. Ketika ingin meraih kesenangan dan kebahagiaan materi, mereka akan menghalalkan segala cara demi tujuan tersebut. Di sisi lain, gaya hidup liberal membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja, termasuk mencari materi dan kesenangan melalui jalan yang salah dengan menjadi, pengguna, pengedar, kurir, bahkan produsen barang yang haram semisal narkoba.
Cara Islam Melindungi Rakyat dari Jeratan Narkoba
Para ulama sepakat keharaman mengonsumsi narkoba. Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap yang memabukkan itu khamar dan setiap khamar itu haram.” (HR Muslim).
Ibnu Taimiyah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan, diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan, setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan.” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Dengan demikian Islam memandang narkoba bukan barang yang bernilai ekonomis yang layak diperjualbelikan. Sebaliknya narkoba dianggap layaknya barang haram yang merusak akal dan jiwa manusia. Karenanya Islam telah mengharamkan semua aktivitas yang berkaitan dengan narkoba, baik mengonsumsi, memperjualbelikan ataupun memfasilitasi peredarannya. Dari Anas bin Malik, ia berkata:
“Rasulullah saw. melaknat tentang khamar sepuluh golongan: yang memerasnya, yang minta diperaskannya, yang meminumnya, yang mengantarkannya, yang minta diantarinya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang makan harganya, yang membelinya, dan yang minta dibelikannya.” (HR. Tirmidzi juz 2, hlm. 380, no. 1313).
Negara dalam Islam (Khilafah) wajib membangun ketakwaan masyarakat dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam sehingga akan terwujud ketakwaan dan kesadaran untuk taat kepada Allah Swt. Dengan ketakwaan inilah individu akan menjauhi segala hal yang dilarang dalam Islam, termasuk narkoba. Masyarakat akan menjalankan fungsi kontrol dengan amar ma'ruf nahi munkar. Sementara itu keluarga sangat berperan dalam menanamkan akidah dan ketaqwaan sejak dini.
Khilafah memiliki tanggung jawab penuh melindungi generasi dengan menjaga akal dari bahaya narkoba melalui pencegahan total terhadap produksi, distribusi, dan konsumsi narkoba. Khilafah akan menegakkan sanksi hukum Islam bagi para pelanggar dan pelaku kejahatan tanpa pandang bulu.terlebih jika pelakunya adalah pejabat.
Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun tentang rehabilitasi bagi pengguna narkoba Islam telah membolehkannya namun tidak berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Negara akan menerapkan sanksi kepada pemakai, penjual, pengedar, dan semua pihak yang terlibat dengan kejahatan narkoba berupa hukum Islam yang memberikan efek jera bagi pelaku. Para pelaku yang sudah balig, meski belum berusia 18 tahun, tetap akan di hukumi takzir sesuai kadar kejahatannya. Sangsi ini bertujuan memberi efek jera bagi pelaku, menghapus dosanya, hingga menjaga kesucian masyarakat dari kemaksiatan.
Takzir adalah sanksi-sanksi atas berbagai macam kemaksiatan yang kadar sanksinya tidak ditetapkan oleh Asy-Syari’ dan menyerahkan sepenuhnya hak penetapan kadar sanksi kemaksiatan tersebut kepada qadi. Atas dasar ini, qadi akan mempertimbangkan kemaksiatan tersebut dengan sifatnya sebagai wakil Khalifah dalam masalah peradilan. Ini berarti, sesungguhnya Asy-Syari‘ telah menyerahkan hal itu kepada khalifah dan lebih utama lagi telah menyerahkan urusan tersebut kepada qadi (Syekh Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat hlm. 230).
Hanya dengan penerapan hukum Islam secara kafah di bawah naungan Khilafah, generasi dan masyarakat tidak hanya terlindungi dari bahaya narkoba secara fisik, tetapi juga dibentengi dengan ketakwaan, sistem ekonomi yang adil, dan kepemimpinan yang amanah.
Semua ini menjadikan generasi hidup bersih, bermartabat, dan selamat dari kehancuran moral yang kini banyak menimpa dunia di bawah sistem kapitalisme. Oleh karena itu, memberantas narkoba harus dimulai dengan menghilangkan paradigma sekuler kapitalisme yang menjadi akar masalahnya, dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh.
Wallaahu alam bisshowwab.
Via
OPINI
Posting Komentar