OPINI
Narkoba Merajalela, Bukti Lemahnya Pengawasan Negara
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kasus narkoba menyasar semua kalangan, dari rakyat biasa hingga aktris ternama tanah air. Bukan hanya itu, rentang usia juga sudah mulai bergeser menyasar usia-usia belia. Dikutip dari laman BerandaNews (24-11-2025), Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim melakukan tes urine terhadap puluhan pelajar di wilayah Jalan Kunti dan hasilnya ada 15 siswa SMP positif narkoba, Minggu (7/11). Kepala BNN Jatim, Brigjen Pol Budi Mulyanto, kepada wartawan, Kamis (13/11) menyampaikan bahwa temuan ini menambah daftar panjang kasus narkoba yang menyasar pelajar di wilayah Surabaya.
Jalan Kunti, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya terkenal dengan julukan 'kampung narkoba'. Julukan ini berdasarkan pada temuan adanya kasus peredaran narkoba saat dilakukan penggerebekan. Pada saat operasi pemulihan kampung rawan narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur pada Jum'at (7/11), dua orang pengedar ditetapkan sebagai tersangka di kawasan jalan Kunti Surabaya. Ditahun 2024 polisi menemukan adanya bunker pada saat dilakukan penggerebekan disalah satu rumah didaerah tersebut.
Menjadi kawasan dengan julukan 'kampung narkoba', memberi pertanda betapa lemahnya penangan pemerintah dalam menuntaskan kasus narkoba. Apakah pemerintah memang kalah dengan para bandar-bandar pengedar itu atau memang belum melakukan upaya yang serius dalam menangani kasus tersebut?
Hilangnya Nilai Keimanan
Tentu ini menjadi alarm berbahaya bagi negara ketika pengguna narkoba mulai menyasar anak-anak usia sekolah. Bukan juga diartikan bahawa mereka belum cukup umur untuk boleh menggunakannya, tapi narkoba memang tidak boleh digunakan oleh semua kalangan baik dewasa apalagi anak-anak karena hukumnya haram dalam pandangan Islam. Dalam agama-agama yang lain, narkoba juga dilarang, hanya saja pelarangan ini tidak dilandasi oleh keimanan. Ini bukti bahwa narkoba adalah zat berbahaya yang dapat merusak akal dan pikiran bagi penggunanya.
Mudahnya remaja terjebak pada narkoba ini tidak lain karena hilangnya nilai keimanan pada diri seseorang sehingga segala aktivitas tidak lagi disandarkan pada halal dan haram. Keimanan (akidah) sendiri berperan sebagai pemimpin dalam berpikir yang dengannya dapat menentukan arah pemikiran dan pandang hidup bagi manusia. Termasuk bagaimana memaknai kebahagiaan hakiki itu tidak terlepas dari apa yang dipikirkan tentang kehidupan itu sendiri. Jadi, kehidupan tanpa landasan iman akan sangat rentan terjerumus pada hal-hal yang merugikan bagi diri maupun orang lain.
Inilah potret kehidupan dalam sistem kapitalis sekuler hari ini. Di mana peran agama dibatasi pada ranah individu yang sebatas mengatur masalah peribadatan. Apakah seseorang tersebut mau terikat dengan aturan agama atau tidak, semuanya menjadi pilihan pribadi. Sementara di ranah publik, segala aktivitas seolah-olah dibuat bebas nilai yang tidak terikat dengan aturan ilahiah. Sistem kapitalis memaknai bahagia hanya pada kepuasan hawa nafsu semata. Jadi apapun sekira yang mampu membuat manusia 'merasa' bahagia maka tidak segan untuk dilakukan termasuk menggunakan narkoba. Menggunakan narkoba kadang menjadi dalih merasakan ketenangan. Karena kebahagiaan sesungguhnya adalah ketenangan, sementara ketenangan itu hadir tatkala seseorang itu hidup sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pencipta, bukan melanggar apa yang dilarang.
Tidak adanya keimanan di tengah masyarakat ditambah pengawasan yang lemah dari negara membuat pengedaran narkoba menjadi semakin merajalela. Merajalelanya pengedaran narkoba menjadi wajar terjadi ketika negara hadir sebatas regulator di tengah-tengah rakyat. Pengawasan dari negara lemah apalagi masyarakat. Dengan perilaku sosial masyarakat perkotaan yang individualis yang menganggap bahwa urusan orang lain bukan tanggungjawabnya selama tidak memberi keuntungan dan kerugian bagi dirinya, menambah sulitnya mengungkap pengedaran narkoba. Perbuatan berdasarkan asas manfaat menjadi tolak ukur. Jadi, pengedaran narkoba ini menjadi masalah sistemik yang penyelesaian memerlukan penyelesaian dari sistem. Jika tidak demikian, akan menjadi malapetaka bagi remaja dan generasi.
Tanggung Jawab Negara
Di tengah situasi hari ini, peran para orang tua menjadi lebih berat dan lebih waspada dalam membimbing dan menjaga anak-anak mereka dari berbagai pergaulan yang menjerumuskan. Oleh karena itu, benteng pertama yang wajib ditanamkan para orang tua dalam diri anak-anak dari sejak dini adalah keimanan. Sebagaimana yang telah kita bahas diatas, keimanan adalah landasan atas berbagai perbuatan. Sehingga nanti ketika iman ini sudah kuat tertanam dalam diri anak-anak, akan menjadi filter otomatis apakah bersikap menerima atau menolak terhadap berbagai tawaran yang datang kepadanya. Dengan begitu, para orang tua tidak perlu khawatir ketika anak-anak berada diluar pengawasannya.
Jika keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, maka sekolah keduanya adalah sekolah formal. Dalam hal pendidikan, orang tua juga perlu memilihkan sekolah yang menanamkan nilai-nilai agama di dalamnya. Dalam buku 'Menggagas Pendidikan Islam' karya ustad M. Ismail Yusanto., dkk, disebutkan bahwa secara faktual, pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana: yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut harus berjalan secara sinergis. Karena apabila pendidikan anak di rumah buruk akan menambah beban sekolah dan menambah ruwetnya persoalan ditengah masyarakat seperti terjadinya tawuran, narkoba dan sebagainya.
Mewujudkan ketiga unsur itu berjalan ideal yang mana saling memberi pengaruh positif, maka wajib hadir peran dari negara. Bagaimanapun, ketiga unsur itu satu kesatuan yang utuh karena terjadi interaksi antara ketiganya. Maka, dalam tiga unsur tersebut wajib diterapkan satu landasan yang sama untuk tercapainya satu tujuan. Landasan itu adalah Islam. Asas inilah yang wajib diemban oleh negara agar semua elemen itu dapat memberikan pengaruh yang positif.
Dalam kondisi semua belum berjalan dengan ideal, maka menjadi tanggung jawab bersama berupaya saling memperbaiki dan menasehati agar kemungkaran itu tidak merajalela.
Allah Swt. berfirman dalam Qur'an surah Āli 'Imrān: 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Wallaahu a'lam bish-shawwab.
Via
OPINI
Posting Komentar