Telusuri
  • Pedoman Media
  • Disclaimer
  • Info Iklan
  • Form Pengaduan
  • Home
  • Berita
    • Nasional
    • Lensa Daerah
    • Internasional
  • Afkar
    • Opini Tokoh
    • Opini Anda
    • Editorial
  • Remaja
    • Video
  • Sejarah
  • Analisa
    • Tsaqofah
    • Hukum
  • Featured
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Pendidikan Anak
    • Pendidikan Remaja
    • FiksiBaru
Tanah Ribath Media
Beranda OPINI Sudan di Bawah Bara Hegemoni: Luka Umat dan Jejak Penjajahan Baru di Negeri Muslim
OPINI

Sudan di Bawah Bara Hegemoni: Luka Umat dan Jejak Penjajahan Baru di Negeri Muslim

Tanah Ribath Media
Tanah Ribath Media
11 Nov, 2025 0 0
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

Oleh: Ilma Nafiah
(Sahabat  Tanah Ribath Media)

TanahRibathMedia.Com—Sudan kembali terbakar. Suara ledakan dan tembakan menjadi nyanyian getir sehari-hari bagi rakyatnya. Ribuan jiwa melarikan diri meninggalkan rumah, desa, bahkan kota yang mereka cintai. Rumah sakit dan masjid diserang, perempuan diperkosa, dan anak-anak kehilangan orang tuanya. Dunia internasional bereaksi — tapi reaksinya sama seperti dulu: datar, dangkal, dan formalitas belaka. 

Sudan, negeri Muslim terbesar ketiga di Afrika, kini menjadi ladang penderitaan yang tak berujung, di tengah kekayaan alam yang seharusnya membuat rakyatnya sejahtera.

Namun, krisis Sudan bukan sekadar persoalan politik dalam negeri atau konflik etnis seperti yang digambarkan media Barat. Di balik asap perang yang membumbung, terdapat percaturan besar kekuatan global yang tengah berebut pengaruh dan sumber daya. Negeri ini menyimpan emas dalam jumlah besar, minyak bumi, tanah pertanian subur, dan posisi geografis strategis di tepi Sungai Nil. Semua itu membuat Sudan menjadi rebutan kekuatan-kekuatan dunia yang haus akan sumber daya alam terutama Amerika Serikat, Inggris, serta sekutunya di kawasan seperti Uni Emirat Arab dan entitas zionis Israel.

Krisis yang Diciptakan, Bukan Ditemukan

Jika ditelusuri ke belakang, konflik Sudan bukanlah konflik spontan. Ia adalah hasil dari proses panjang intervensi politik dan ekonomi global yang dimotori oleh negara-negara adidaya. Setelah pemisahan Sudan Selatan tahun 2011 — yang didorong kuat oleh tekanan internasional — wilayah utara kehilangan sebagian besar ladang minyaknya. Namun, kekayaan emas di Darfur dan Nil Biru menjadi incaran baru. 

Amerika dan Inggris melihat Sudan sebagai kunci strategis untuk mengendalikan jalur perdagangan dan sumber daya di Afrika Timur serta pengaruh di Laut Merah.
Barat menggunakan berbagai instrumen untuk menekan Sudan: mulai dari sanksi ekonomi, manipulasi konflik etnis, hingga dukungan terhadap kelompok militer tertentu. Pola ini mirip dengan strategi divide et impera klasik yang digunakan kolonialis Inggris pada masa lampau. Mereka menciptakan narasi konflik antarsuku dan agama agar Sudan tidak pernah stabil. Dengan demikian, negeri itu tetap mudah dikendalikan dan sumber dayanya dapat terus dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang berafiliasi dengan kekuatan Barat.

Lembaga Internasional: Alat Hegemoni Global

Dalam situasi seperti ini, masyarakat dunia berharap lembaga internasional seperti PBB, Uni Afrika, atau Dewan HAM dapat berbuat banyak. Sayangnya, lembaga-lembaga tersebut seringkali tak lebih dari instrumen yang dibentuk dalam bingkai kepentingan Barat. Setiap resolusi, sanksi, dan misi perdamaian pada akhirnya diarahkan bukan untuk menyelesaikan akar masalah, tetapi menjaga agar sistem global yang kapitalistik tetap berfungsi sesuai dengan kepentingan mereka.
Ketika ratusan warga sipil Sudan dibunuh atau masjid dibakar, dunia diam. Namun, ketika ada ancaman terhadap jalur minyak atau perusahaan multinasional terganggu, reaksi mereka mendadak cepat. Inilah wajah nyata dunia modern: kemanusiaan dijadikan jargon, tapi ekonomi adalah panglima.

Sudan: Potret Lama Penjajahan Baru

Apa yang terjadi di Sudan hari ini sesungguhnya bukan peristiwa baru dalam sejarah dunia Islam. Ia adalah pengulangan tragedi lama dengan wajah modern. Ketika Baghdad — pusat Khilafah Abbasiyah — jatuh ke tangan pasukan Mongol pada tahun 1258 M, kehancuran itu terjadi bukan semata karena kekuatan musuh, tapi karena kelemahan internal umat Islam yang terpecah dan kehilangan arah kepemimpinan.
Hal serupa terjadi pula pada masa kejatuhan Andalusia. Ketika kaum Muslim di Spanyol mulai terbagi ke dalam kerajaan-kerajaan kecil (muluk al-thawaif), mereka menjadi mudah dijajah dan diusir oleh pasukan Kristen. Perpecahan, ketergantungan pada kekuatan asing, dan hilangnya satu kepemimpinan politik menjadi faktor utama keruntuhan itu.

Kini, pola yang sama berulang dalam bentuk yang lebih halus. Barat tidak lagi datang dengan pedang dan meriam, tetapi dengan investasi, lembaga donor, dan jargon “reformasi demokrasi”. Mereka meminjamkan dana, menanamkan pengaruh politik, dan mengendalikan sumber daya negara melalui kebijakan ekonomi global. Sudan hanyalah satu contoh dari sekian banyak negeri Muslim yang terperangkap dalam jebakan modern ini.

Perang Peradaban: Islam vs Kapitalisme

Krisis Sudan harus dibaca dalam konteks yang lebih luas: perang peradaban antara ideologi Islam dan ideologi kapitalis sekuler Barat. Selama umat Islam masih melihat persoalan dunia hanya dari permukaan — sekadar konflik etnis, perebutan kursi kekuasaan, atau pertikaian antarjenderal — maka umat tidak akan pernah menemukan akar masalahnya.

Islam mengajarkan cara pandang yang lebih mendalam: setiap konflik besar yang menimpa negeri Muslim adalah akibat dari absennya penerapan hukum Allah dan lemahnya ikatan ukhuwah Islamiyah. Ketika sistem sekuler menggantikan syariat Islam, hukum hanya menjadi alat kepentingan segelintir elite. Ketika nasionalisme menggantikan konsep ummah, negeri-negeri Muslim menjadi mudah dipecah dan dikuasai.

Sebaliknya, Islam — melalui sistem khilafah — memiliki mekanisme yang kokoh dalam mengatur kekayaan alam dan menjaga kedaulatan. Dalam sejarahnya, Khilafah mengelola sumber daya seperti minyak, emas, dan tanah dengan prinsip bahwa semuanya adalah milik umat yang wajib dikelola negara untuk kesejahteraan bersama. Tak ada ruang bagi perusahaan asing untuk menguasai tambang atau memperdagangkan harta umat.

Solusi Islam untuk Krisis Sudan

Maka dari itu, solusi bagi krisis Sudan dan negeri-negeri Muslim lainnya tidak akan datang dari sistem kapitalisme global yang menindas, melainkan dari penerapan sistem Islam secara menyeluruh. Islam memiliki solusi komprehensif:

1. Sistem politik Islam (khilafah) menegakkan kepemimpinan yang satu bagi seluruh umat, menghapus batas-batas nasional buatan kolonialis, dan menyatukan potensi umat untuk menghadapi musuh bersama.

2. Sistem ekonomi Islam memastikan kekayaan alam tidak jatuh ke tangan individu atau korporasi asing. Hasil tambang, emas, dan minyak menjadi milik umum yang dikelola negara demi kepentingan rakyat.

3. Sistem hukum Islam memberikan perlindungan nyata terhadap jiwa, kehormatan, dan harta manusia tanpa diskriminasi.

4. Sistem politik luar negeri Islam dibangun atas prinsip dakwah dan jihad, bukan kolonialisme atau kompromi. Dengan kekuatan ini, negeri-negeri Muslim tidak akan mudah ditekan oleh Barat atau tunduk pada lembaga internasional.

Dengan penerapan sistem Islam inilah keadilan sejati dapat terwujud. Sudan akan mampu berdiri di atas kaki sendiri, mengelola kekayaannya, dan menghapus ketergantungan terhadap negara-negara penjajah.

Persatuan: Keniscayaan Sejarah dan Akidah

Persatuan negeri-negeri Muslim bukan sekadar cita-cita romantik, tetapi keniscayaan sejarah dan aqidah. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan umat agar tidak bercerai-berai. Rasulullah ï·º juga menegaskan bahwa umat Islam itu ibarat satu tubuh; jika satu bagian terluka, seluruhnya ikut merasakan sakit.

Pada masa Khilafah Utsmaniyah, ketika satu wilayah diserang oleh bangsa Eropa, wilayah lain segera mengirim bala bantuan. Dunia Islam menjadi satu kesatuan politik dan militer yang ditakuti, bukan dikasihani. Namun sejak khilafah diruntuhkan pada tahun 1924, umat Islam tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Dari Palestina hingga Sudan, dari Suriah hingga Rohingya, umat Islam menderita karena kehilangan satu perisai politik yang melindungi mereka.

Kebangkitan Sudan — dan seluruh dunia Islam — hanya akan lahir ketika kesadaran ini tumbuh: bahwa persatuan di bawah kepemimpinan Islam adalah kebutuhan mendesak, bukan pilihan sekunder. Inilah langkah pertama menuju pembebasan sejati.

Refleksi dan Harapan

Tragedi Sudan bukan hanya luka bagi rakyat Sudan, tapi juga cermin bagi seluruh umat Islam. Ia menunjukkan betapa lemahnya kita ketika kehilangan arah, ketika lebih percaya pada sistem buatan manusia daripada hukum Allah. Dunia tidak akan berubah hanya dengan kecaman, doa, atau resolusi. Dunia hanya akan berubah ketika umat berani kembali pada sumber kekuatannya: aqidah Islam dan sistem yang lahir darinya.

Bangkitnya umat Islam bukanlah mimpi utopis. Ia pernah nyata selama berabad-abad ketika syariat Islam ditegakkan dan khilafah menjadi pelindung dunia. Kini, di tengah kehancuran dan kezaliman global, semangat itu harus kembali menyala. Dari Sudan yang terluka, hendaknya lahir kesadaran baru: bahwa umat Islam hanya akan meraih kemuliaan ketika kembali bersatu di bawah panji Islam, sebagaimana firman Allah:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (TQS. Ali Imran: 103)

Sudan hari ini adalah simbol bahwa dunia belum pulih dari penjajahan — hanya bentuknya yang berganti. Ia bukan sekadar tragedi kemanusiaan, tapi potret nyata perang ideologi antara kebenaran dan kebatilan. Umat Islam tidak boleh lagi menjadi penonton dalam panggung sejarahnya sendiri. Saatnya bangkit, menyatukan barisan, dan mengembalikan sistem Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Karena selama bara hegemoni Barat masih menyala, setiap negeri Muslim bisa menjadi Sudan berikutnya. Hanya Islam yang mampu memadamkannya.
Via OPINI
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

- Advertisment -
Pasang Iklan Murah
- Advertisment -
Pasang Iklan Murah

Featured Post

Upah Tinggi Jadi Kambing Hitam, Akar Masalah Industri Justru Terabaikan

Tanah Ribath Media- Desember 04, 2025 0
Upah Tinggi Jadi Kambing Hitam, Akar Masalah Industri Justru Terabaikan
Oleh: Eka Sulistya (Sahabat Tanah Ribath Media) TanahRibathMedia.Com— Cikarang dan Karawang Selama Ini Menjadi Magnet Industri. Kedua wilayah ini d…

Most Popular

Penculikan Anak kembali Marak

Penculikan Anak kembali Marak

Desember 02, 2025
Ramai Remaja Bundir, Tersebab Sistem yang Pandir

Ramai Remaja Bundir, Tersebab Sistem yang Pandir

November 26, 2025
Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Desember 02, 2025

Editor Post

Tak Habis Pikir

Tak Habis Pikir

Juni 11, 2023
Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Untuk Engkau yang Merindu Bahagia

Juni 09, 2023
Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Anak Terjerat Prostitusi Online, Dimana Perlindungan Negara?

Agustus 06, 2024

Popular Post

Penculikan Anak kembali Marak

Penculikan Anak kembali Marak

Desember 02, 2025
Ramai Remaja Bundir, Tersebab Sistem yang Pandir

Ramai Remaja Bundir, Tersebab Sistem yang Pandir

November 26, 2025
Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Gaza masih Berdarah, Dunia Diam

Desember 02, 2025

Populart Categoris

Tanah Ribath Media

Tentang Kami

Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Contact us: contact@gmail.com

Follow Us

Copyright © 2023 Tanah Ribath Media All Right Reserved
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Advertisement
  • Contact Us