Opini
Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si
(Penulis Artikel Islami)
TanahRibathMedia.Com—Kasus perceraian, kembali menjadi fenomena yang disorot pada 2025 ini. Bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, deretan pasangan selebritas pun ramai mengumumkan perpisahan. Perceraian yang dulu dianggap tabu, kini seolah menjadi hal yang biasa, terutama di kalangan perempuan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang 2024 terjadi 399.921 kasus perceraian di Indonesia. Provinsi-provinsi di Pulau Jawa mendominasi angka perceraian. Jawa Barat mencatat 88.985 kasus, disusul Jawa Timur (79.293 kasus) dan Jawa Tengah (64.937 kasus). Di luar Jawa, Sumatera Utara dan Lampung menjadi wilayah dengan jumlah perceraian tertinggi (cnbcindonesia.com, 30-10-2025).
Faktor Pemicu Perceraian
Dilansir dari cnbcindonesia.com (30-10-2025), ada beberapa hal yang memicu perceraian. Perselisihan dan pertengkaran selalu menjadi penyebab utama perceraian (63%), disusul masalah ekonomi (25%). Tekanan finansial pascapandemi dan meroketnya biaya hidup menjadi alasan umum yang membuat banyak pasangan tak mampu lagi bertahan sehingga memilih berpisah.
Selain itu, KDRT, perselingkuhan, hingga perbedaan pandangan hidup turut memperkeruh kondisi dalam rumah tangga. Meski jumlahnya tak sebanyak alasan pertengkaran dan ekonomi, kasus KDRT yang mencapai lebih dari 7 ribu laporan pada 2024 tetap mengkhawatirkan.
Rasio perceraian di Indonesia kini mencapai sekitar 27 pasangan bercerai dari setiap 100 pasangan menikah. Angka ini mencerminkan perubahan besar dalam cara masyarakat memandang pernikahan dan perceraian, khususnya bagi kaum perempuan. Jika dulu perceraian dianggap aib, kini semakin banyak perempuan yang berani menentukan arah hidupnya sendiri. Para selebritas yang berpisah pun sering menjadi simbol perubahan itu: bahwa kebahagiaan pribadi dan kesejahteraan mental layak diperjuangkan.
Namun di sisi lain, tren ini juga menjadi sinyal bahwa keutuhan keluarga semakin mudah rapuh. Hal ini pun menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya memperkuat ketahanan keluarga. Sebab ketika pernikahan kian sedikit dan perceraian tetap tinggi, stabilitas sosial pun ikut diuji.
Ketahanan Keluarga Runtuh dan Generasi Rapuh
Orang tua memiliki peran dalam mengawal proses tumbuh kembang anak, termasuk dari sisi psikologisnya. Orang tua merupakan sosok utama yang dijadikan panutan oleh anak dalam membentuk kepribadian dan karakter. Oleh karena itu, kehadiran orang tua begitu penting bagi masa depan anak.
Namun, ketika perceraian terjadi antara ayah dan ibu, imbas terbesar sering kali dirasakan oleh anak. Kondisi ini dapat memengaruhi kesehatan mental dan kondisi psikologisnya.
Sering kali, anak-anak korban perceraian menjadi generasi yang rapuh. Mereka menjadi lebih pendiam, menutup diri, bahkan mengalami perubahan dalam cara bergaul dengan teman-temannya.
Hal ini dikarenakan perceraian membuat bangunan keluarga hancur dan kerap membuat anak merasa kehilangan kasih sayang atau perhatian. Akibatnya adalah mengganggu kestabilan emosi dan pola pikir mereka. Maka tak jarang, anak-anak dalam kondisi seperti ini menjadi rentan beperilaku negatif jika tidak didampingi dengan tepat dan penuh kasih sayang.
Akar Masalah Perceraian
Beragam faktor yang mendorong perceraian sejatinya hanyalah masalah cabang di permukaan yang timbul karena akar masalah yang tak selesai. Paradigma sekuler kapitalis dalam sistem pendidikan, sistem pergaulan sosial, dan sistem politik ekonomi telah membuat ketahanan keluarga dan generasi lemah.
Sekularisme yang membelenggu kehidupan telah membuat masyarakat hidup dalam keringnya iman. Akhirnya, mereka menjadi pribadi-pribadi yang mentalnya lemah. Saat menghadapi problem kehidupan, pasangan suami istri menjadi tak tenang, mudah "panas", sampai akhirnya melakukan tindak kekerasan. Ada juga yang melampiaskan lewat perselingkuhan. Ini terjadi karena mereka tak lagi memiliki pegangan keyakinan (akidah).
Mereka merasa bebas dalam berbuat apapun untuk melampiaskan emosi maupun amarah kepada pasangan ataupun anak. Ini pun akan memperburuk dalam pengambilan keputusan maupun solusi dalam menyelesaikan masalah.
Keadaan diperburuk dengan sistem kapitalisme yang senantiasa menyandarkan kebahagiaan hanya datang dari materi yang berlimpah. Di sosial media pun arus hidup glamor selalu dipertontonkan. Maka tak jarang, jika ada keluarga yang dihajar masalah ekonomi akan langsung merasa bangunan keluarganya tak ideal. Ditambah narasi jika wanita berdaya tak masalah menjanda asalkan mampu mandiri dan terjamin kehidupan ekonominya. Maka bercerai akan menjadi pilihan yang diputuskan dengan mudahnya. Padahal sejatinya mempertahankan bangunan keluarga itu tak sekadar terpenuhinya aspek ekonomi.
Islam Mengukuhkan Bangunan Keluarga dan Menjaga Generasi
Perceraian jelas memberikan dampak bagi keutuhan rumah tangga dan perkembangan psikologis anak. Untuk itu Islam hadir sebagai solusi paripurna dalam menjaga keutuhan bangunan keluarga dan menjaga generasi. Sejumlah mekanisme dalam Islam untuk mewujudkan itu semua di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, diterapkannya sistem pendidikan Islam. Hal ini akan mengantarkan pada pembinaan kepribadian Islam yang kokoh dan siap membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Allah Swt. berfirman yang artinya:
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (TQS Ar-Rum: 21)
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS At-Tahrim: 6)
Dalam pendidikan Islam, setiap generasi akan dibekali juga dengan tsaqofah pernikahan dan keluarga (termasuk parenting) dan pernikahan, selain ilmu dunia. Ini akan menambah kematangan tiap individu menuju kehidupan berkeluarga sebagai pasangan dan juga orang tua.
Kedua, diterapkannya sistem pergaulan Islam. Hal ini bertujuan untuk menjaga hubungan dalam keluarga dan sosial masyarakat agar tetap harmonis. Hubungan yang terjalin berlandaskan pada kasih sayang dan ketakwaan.
Ketiga, menjamin kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan diterapkannya sistem politik ekonomi islam. Kebutuhan dasar berupa makanan, kesehatan, pendidikan dan keamanan yang dijamin negara akan memberikan ketenangan dan kestabilan hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Demikian solusi Islam dalam menjaga keutuhan keluarga.Bangunan keluarga yang kuat akan melahirkan generasi yang ideal dan hebat untuk mengisi peradaban di masa depan. Semua akan terwujud ketika Islam diterapkan sebagai asas dalam mengatur kehidupan keluarga, masyarakat dan negara.
Wallahua'lam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar