Opini
Israel Membungkam Gaza, Umat Menanti Tentara Pembebas
Oleh: Prayudisti SP
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Gaza kembali menjadi saksi kekejaman penjajah Zionis. Sejak 18 September 2025, listrik, internet, dan telekomunikasi di kota itu padam total.
Akibat pemboman mematikan yang terus-menerus dilakukan Israel terhadap infrastruktur Kota Gaza, hampir satu juta warga Palestina mengalami pemadaman internet dan telekomunikasi total. Situasi itu membuat 800.000 warga terisolir dari dunia luar (Sindonews, 19-9-2025). Inilah strategi pengepungan modern: melumpuhkan komunikasi, memutus suplai, lalu menggempur tanpa ampun.
Bersamaan dengan itu, ribuan tank dikerahkan untuk mengepung warga sipil. Israel membuka jalur evakuasi Salah al-Din bukan untuk menyelamatkan, melainkan untuk mengosongkan wilayah Gaza. Tujuannya jelas: menduduki dan menyingkirkan penduduk asli. Warga Palestina sendiri menyebut apa yang mereka alami sebagai “tahap terburuk genosida di Gaza” (Sindonews, 19-9-2025). Bahkan, badan investigasi tertinggi PBB untuk Palestina dan Israel memutuskan Israel bersalah atas kejahatan genosida—pernyataan paling otoritatif hingga saat ini.
Namun, dunia tidak tinggal diam. Gelombang boikot, embargo, dan sanksi terus meluas. Belgia melarang impor dari Israel. Spanyol tidak hanya memperkuat embargo senjata, tetapi juga melarang kapal dan pesawat yang membawa senjata ke Israel untuk berlabuh di pelabuhan Spanyol atau memasuki wilayah udaranya. Norwegia menyusul dengan kebijakan divestasi dari perusahaan yang terdaftar di Israel. Uni Eropa menyiapkan sanksi terhadap menteri sayap kanan Israel, bahkan menangguhkan sebagian elemen perdagangan. Di Amerika, lebih dari 4.000 insan perfilman menandatangani surat boikot terhadap perusahaan, festival, dan penyiaran Israel. Dunia olahraga pun ikut bergerak—balap sepeda dan catur menolak keterlibatan Israel. Sekjen PBB pun mengingatkan, “Dunia tak boleh terintimidasi oleh Israel.”
Tapi, semua itu nyatanya tidak membuat Zionis bergeming. Israel tetap melanjutkan bombardirnya, mengandalkan kekuatan militer tanpa peduli opini dunia. Di sini umat Islam harus sadar: kecaman, boikot, dan embargo saja tidak cukup. Sejarah membuktikan, hanya kekuatan riil yang mampu menghentikan agresi penjajah. Umat Islam membutuhkan kehadiran tentara yang benar-benar membela kehormatan Gaza dan seluruh Palestina, bukan sekadar diplomasi kosong.
Allah telah mengingatkan bahwa kaum Muslim adalah satu tubuh. Luka di Gaza adalah luka di tubuh umat. Setiap darah anak Palestina yang tumpah adalah darah kita. Maka, seruan untuk mengerahkan jundullah (tentara Allah) bukanlah pilihan, melainkan kewajiban.
Rasulullah ï·º bersabda, “Kaum Muslim itu bagaikan satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur” (HR. Muslim).
Hari ini, rakyat Gaza menanti bukan sekadar resolusi, tetapi pembebasan nyata. Mereka menanti pasukan seperti yang dulu membebaskan Baitul Maqdis dari tentara salib di tangan Shalahuddin al-Ayyubi. Mereka menanti tentara yang bergerak dengan niat jihad, bukan dengan kepentingan politik sempit. Sebab, penjajahan Israel tidak mungkin dihentikan oleh lembaga internasional yang telah lama dikuasai kepentingan Barat. Hanya khilafah yang menyatukan tentara kaum Muslim-lah yang mampu melindungi Gaza dan membebaskan Palestina secara tuntas.
Maka, tugas kita hari ini jelas: mendukung penuh perlawanan Gaza, menolak segala normalisasi dengan Israel, sekaligus berjuang membangkitkan kembali institusi politik umat yang mampu mengerahkan tentara Islam. Inilah solusi yang hakiki, bukan ilusi embargo yang sewaktu-waktu bisa dilonggarkan.
Gaza dibungkam, dikepung, dan dicoba dihapuskan dari peta. Namun, Gaza tetap berdiri sebagai benteng kehormatan umat. Selama umat Islam masih ada, harapan untuk hadirnya tentara Islam sejati tidak akan pernah padam. Pada hari itu tiba, bumi Palestina akan kembali merdeka dengan izin Allah.
Via
Opini
Posting Komentar