Opini
Demokrasi Bukan Sistem yang Mengayomi Rakyat
Oleh: Muhammad Syafi'i
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Demokrasi masih diharapkan banyak orang dewasa ini. Bahkan, bangsa Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pertama kali dibacakan hingga tahun 2025 terbilang setia pada demokrasi. Padahal terbukti hingga saat ini demokrasi bukanlah sistem yang mengayomi rakyat.
Pertama, demokrasi tidak mampu membebaskan rakyat dari penjajahan. Pasca proklamasi tahun 1945 Indonesia memang berhasil berdiri menjadi sebuah negara dan telah memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagaimana tuntunan dari sistem demokrasi. Namun, intervensi penjajah tidak hilang dari tanah Indonesia. Penjajahan hanya berubah bentuk dari yang dulunya fisik menjadi nonfisik.
Pasukan penjajah memang sudah angkat kaki dari bumi Indonesia, namun senjata penjajah berupa pemikiran, budaya, aturan serta antek-antek negara penjajah masih tetap bercokol di negeri ini. Akibatnya, bangsa Indonesia tetap terjajah.
Sistem demokrasi sendiri adalah peninggalan penjajah. Dengan diterapkan demokrasi, pemikiran-pemikiran penjajah lainnya seperti sekularisme, liberalisme, kapitalisme, pluralisme serta isme-isme penjajah lainnya dapat dengan mudah berkembang di Indonesia. Pemikiran-pemikiran penjajah ini merasuk ke benak penguasa hingga rakyat pada umumnya. Sehingga penguasa dan rakyat bergerak sesuai arahan negara penjajah tanpa menyadari sedang dijajah.
Dampaknya, penjajahan terjadi di berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Penjajahan ini terlihat dari berbagai aturan yang menguntungkan negara penjajah dan menyulitkan rakyat Indonesia sendiri.
Misalnya di bidang ekonomi, meskipun Indonesia memiliki hasil bumi yang melimpah, namun rakyat Indonesia masih banyak yang miskin. Bank Dunia pada April 2025 menyebut 69,3 persen penduduk Indonesia terkategori miskin. Artinya, sebagian besar rakyat Indonesia kesulitan menikmati kekayaan alam Indonesia.
Menurut Konsorsium Agraria sebagaimana dimuat oleh Kompas.com pada Februari 2025, hampir 68 persen 68 persen tanah dan kekayaan alam Indonesia dikuasai sekelompok kecil yang jumlahnya hanya mencapai satu persen. Parahnya, sebagian besar harta Karun Indonesia dikuasai perusahaan tambang asing yang berasal dari Amerika Serikat, Inggris, China, Belanda, Italia, Australia, Norwegia dan lainnya.
Belum lagi jika bicara utang Indonesia yang menurut Kementerian Keuangan utang pemerintah pusat mencapai Rp 9.138,05 triliun per Juni 2025. Besarnya utang ini mempertegas status Indonesia sebagai negara terjajah dalam hal ekonomi.
Kedua, demokrasi gagal melahirkan pemimpin yang mengayomi rakyat. Melalui mekanisme pemilihan umum dalam sistem demokrasi, sejatinya terlahir pemimpin yang pro terhadap kepentingan rakyat sesuai jargon dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun kenyataannya, demokrasi hanya melahirkan pemimpin yang pro kapitalis.
Keberpihakan para pemimpin terhadap para kapitalis adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi. Pasalnya, pemilihan umum yang sering diistilahkan dengan pesta demokrasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan untuk keluar sebagai pemenang dituntut mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar atau minimal bisa menyaingi kontestan lain. Di sinilah peran penting para kapitalis bagi para calon penguasa maupun calon wakil rakyat dalam sistem demokrasi.
Sebagai balas budi, lahirlah berbagai macam kebijakan maupun aturan yang menguntungkan para kapitalis namun merugikan rakyat kecil. Misalnya, izin reklamasi yang menguntungkan para pengusaha properti namun merugikan para nelayan serta rakyat yang tinggal di sekitar pantai. Kenaikan harga bahan bakar minyak yang tentunya menguntungkan pengusaha namun merugikan rakyat secara luas. Undang-Undang Cipta Kerja yang dipandang menguntungkan pemodal namun merugikan para pekerja.
Kebijakan menggusur pemukiman masyarakat demi tempat wisata seperti yang terjadi di Rempang beberapa waktu lalu juga merupakan contoh kebijakan pemerintah dalam sistem demokrasi yang tidak mengayomi rakyat. Adanya rakyat miskin yang tidak bisa mengakses layanan pendidikan maupun layanan kesehatan juga menunjukkan gagalnya demokrasi melahirkan pemimpin yang mengayomi rakyatnya.
Demikianlah, demokrasi tidak bisa diharapkan menjadi sistem yang mengayomi rakyat. Di samping karena keberpihakannya kepada penjajah, juga kegagalannya dalam melahirkan pemimpin yang pro terhadap kepentingan rakyat. Tidak hanya itu, aturan yang dibuat oleh para wakil rakyat seringkali merugikan rakyat. Begitu juga penegakan hukum tidak jarang melukai rasa keadilan rakyat kecil. Itulah demokrasi, kedaulatan rakyat hanyalah slogan semata.
Sistem kehidupan yang dapat benar-benar mengayomi rakyat dengan aturan yang dapat menjamin kebutuhan rakyat hanyalah Islam. Islam sangat tegas menentang penjajahan manusia atas manusia lainnya, sebagaimana surat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam kepada penduduk Najran yang menuliskan seruan untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada manusia. Tunduk patuh pada kekuasaan Allah serta membebaskan diri dari penguasaan sesama manusia.
Islam juga dengan mudah akan melahirkan pemimpin yang mengayomi rakyat disebabkan Islam memiliki akidah fikriyah dan akidah siyasiyah yang dapat terhunjam kuat kedalam pikiran dan hati siapapun yang beriman termasuk para pemimpin sehingga membuat mereka takut karena Allah untuk berbuat aniaya.
Ditambah lagi adanya teladan yang terbaik dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam yang telah mengajarkan bahwa pemimpin adalah pelayan bagi yang dipimpinnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya kelak.
Dengan begitu Islam akan mampu melahirkan para pemimpin yang amanah di berbagai level baik level negara hingga level pemimpin rumah tangga. Islam dengan syariat dan para pemimpinnya yang amanah akan dengan mudah menciptakan negara yang benar-benar mengayomi rakyat yang tidak akan pernah diwujudkan oleh demokrasi sampai kapan pun.
Via
Opini
Posting Komentar