Opini
Realitas Pahit Kapitalisme, Anak Muda jadi Korban Krisis Tenaga Kerja Global
Oleh: Elisabeth Yunika Pratiwi
[Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok]
TanahRibathMedia.Com—Masalah serius di sektor ketenagakerjaan saat ini tengah dihadapi oleh sejumlah negara besar di dunia seperti Inggris, Cina, hingga Perancis. Sejumlah negara tersebut sama-sama mengalami tantangan berat bahkan dengan adanya laporan lonjakan angka pengangguran.
Situasi tersebut menunjukkan rapuhnya pemulihan ekonomi global di tengah tekanan inflasi, perlambatan pertumbuhan, hingga ketidakpastian politik, dan yang paling tertekan adalah generasi muda. Apalagi, angka pengangguran di kalangan anak muda usia 15-24 tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan di Cina, muncul fenomena “pura-pura kerja” atau ada yang kerja tapi tidak dibayar, dengan alasan agar tetap terlihat produktif (cnbcindonesia, 30-8-2025).
Di Indonesia pun, meski secara nasional angka pengangguran turun, generasi muda mendominasi pengangguran. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kalangan anak muda dengan rentang usia 15-24 tahun masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 16%. Artinya dari 100 orang yang berusia 15-24 tahun yang masuk kelompok kerja, terdapat sekitar 16 orang yang menganggur. Dari data Saskernas didapatkan bahwa usia muda mendominasi hampir setengah dari seluruh jumlah pengangguran di Indonesia dengan data sebanyak 48,77% merupakan kelompok usia muda (cnbcindonesia, 20-7-2025).
Jika dilihat, krisis pekerjaan yang dihadapi generasi muda saat ini berkontribusi dengan meningkatnya angka pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwasanya sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini mendominasi dunia gagal menyediakan lapangan pekerjaan. Ini artinya, kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Sistem ekonomi kapitalisme ini menyebabkan terkonsentrasinya kekayaan dunia. Di Indonesia, ketimpangan kekayaan juga terbukti nyata. Menurut data Celios, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia (Tempo.co, 28-9-2024). Sungguh tampak jelas ketimpangan ekonomi ini terjadi, sehingga berimbas pada nilai kesejahteraan individu. Negara bertindak pasif dalam menyikapi permasalahan ini, berbagai kebijakan dikeluarkan hanya sebatas pada penyaluran, bukan menciptakan lapangan kerja. Pada akhirnya penyerapan tenaga kerja terbatas dan sulit untuk didapat.
Meskipun pemerintah berupaya mengadakan job fair, namun hal ini tidak menjadi solusi karena dunia industri juga sedang menghadapi badai PHK. Sekolah vokasi bahkan pelatihan-pelatihan pra kerja tidak mampu memberikan kepastian sehingga akhirnya memberikan kontribusi lonjakan angka pengangguran. Inilah bukti rapuhnya pengaturan ekonomi dan pasar kerja di dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Disadari atau tidak, penyebab tingginya angka pengangguran usia muda adalah dampak diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang masih mendominasi dunia, termasuk Indonesia. Dan ini menjadikan pengangguran akan senantiasa menjadi permasalahan utama.
Akar masalah yang paling dalam dari krisis tenaga kerja global ini adalah paradigma kapitalisme global. Sistem ini menempatkan profit sebagai tujuan utama, bahkan tenaga kerja sebagai faktor produksi dan juga komoditas yang bisa diperjualbelikan di pasar tenaga kerja. Perusahaan membeli jasa tenaga kerja dengan upah sehingga hanya dianggap penyedia jasa. Inilah yang membuat krisis ketenagakerjaan terus berulang meski dunia memiliki sumber daya dan teknologi yang cukup untuk menciptakan kesejahteraan.
Islam, Solusi Krisis Tenaga Kerja
Dalam negara Islam, pemimpin berperan sebagai raa’in atau pengatur urusan rakyat. Sebagaimana dijelaskan dala habiskan waktuayat habis Rasulullah saw. yang bersabda:
“Dan pemimpin itu adalah raa’in yaitu pengatur juga pengelola, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya itu.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Negara menyediakan pendidikan gratis sehingga akses pendidikan mudah dijangkau oleh seluruh rakyat. Dan tentunya memfokuskan pada pengembangan keterampilan dan keahlian sehingga mencetak generasi muda siap kerja. Islam menekankan pentingnya menuntut ilmu sehingga negara memfasilitasi pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat bukan tujuan komersial semata.
Pemenuhan kebutuhan dasar hidup rakyat termasuk di dalamnya menciptakan lapangan kerja merupakan peran penting negara. Salah satunya rakyat bisa menghidupkan tanah mati, dengan cara digarap. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi).
Khalifah Umar bin Khathab ra. pernah memberikan tanah kepada rakyat yang mampu mengolahnya, tetapi menarik kembali dari yang menelantarkan. Sedangkan rakyat yang tidak mampu bekerja (sakit, cacat, lanjut usia), negara akan menanggung kehidupannya. Karena tujuan utama negara dalam Islam memastikan rakyat dapat memenuhi kebutuhannya serta memberikan fasilitas agar rakyat bisa berusaha, bukan membiarkan mereka menganggur. Dalam hal ini negara bukan hanya sebagai regulator, namun sebagai penjamin langsung agar rakyat punya akses bekerja.
Islam hadir dengan sistem ekonomi yang menempatkan keadilan distribusi sebagai prinsip utama. Kekayaan tidak boleh hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Allah Swt. menegaskan:
”…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (TQS al-Hasyr: 7).
Penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan kekayaan dunia akan terdistribusi secara adil, sehingga tidak ada ketimpangan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin. Inilah perbedaan mendasar dengan sistem ekonomi kapitalisme, yang justru melahirkan ketimpangan tersebut.
Selain itu Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya vital seperti air, energi, dan tambang besar dikelola negara untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan diserahkan kepada swasta apalagi pihak asing.
Dalam pengaturan sistem ekonomi pun tidak diperbolehkan ada unsur riba, monopoli, dan penimbunan. Sebab hal tersebut bisa memunculkan kerugian dan haram hukumnya. Apabila terjadi hal yang demikian dalam masyarakat, maka segera ditindak tegas dan diberi sanksi oleh qadhi hisbah.
Islam mengatur pengelolaan harta kekayaan dengan cara yang teratur, sistematis, dan juga adil. Menyalurkan zakat, infak dan wakaf kepada yang berhak. Pendistribusiannya pun dilakukan secara adil dan transparan kepada umat untuk menghindari adanya harta yang terkonsentrasi secara khusus pada kalangan tertentu di dalam masyarakat.
Dapat kita pahami, apabila sebuah negara menerapkan aturan Islam secara sempurna tanpa memilah-milah hukum, tentu menggambarkan tujuan ideal sebuah negara yang sangat dirindukan yaitu terciptanya kemaslahatan rakyat. Sumber daya alam dikelola secara mandiri sehingga mampu menghilangkan masalah krisis pengangguran.
Baik negara maupun pemimpin senantiasa melaksanakan kewajibannya dan bertanggung jawab penuh atas kepentingan rakyatnya semata-mata karena itu adalah perintah Allah SWT bukan untuk keuntungan negara ataupun pemimpin itu sendiri. Oleh dari itu, pentingnya kita mengupayakan agar kepemimpinan Islam terwujud sehingga kesejahteraan umat akan terpenuhi secara menyeluruh.
Wallahu ‘alam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar