Opini
Zakat, Wakaf dan Pajak, Serupa Tapi Tak Sama
Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Aktivis Muslimah Tangerang)
TanahRibathMedia.Com—Ibarat orang yang akan tenggelam, apa pun akan dijadikan pegangan. Mungkin inilah gambaran pemerintah kita hari ini yang sudah bingung untuk mendapatkan pemasukan negara.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia kembali membuat pernyataan yang menimbulkan kehebohan di masyarakat. Dalam kegiatan Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 di Jakarta, Rabu, 13-8-2025), ia mengatakan bahwa di dalam setiap rezeki kita ada hak orang lain yang diberikan melalui zakat, wakaf, dan pajak.
Ketiganya memiliki tujuan yang sama yaitu menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan. Dalam konteks kebijakan fiskal, pajak nantinya juga akan kembali ke masyarakat dalam berbagai bentuk seperti program perlindungan sosial, subsidi dan lainnya. Semua itu akan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Pajak dalam sistem kapitalis adalah sumber pemasukan negara selain utang. Berbagai jenis pajak ditanggung masyarakat bahkan Kemenkeu mendapat usulan dari Center of Economic and Law Studies (Celios) 10 pajak baru yang diklaim bisa menghasilkan Rp 388,2 triliun.
Pajak baru itu di antaranya pajak kekayaan, karbon, windfall profit dari sektor ekstraktif, penghilangan keanekaragaman hayati, cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan digital. Pajak-pajak baru ini diharapkan mampu mewujudkan keadilan dalam perpajakan (CNN Indonesia, 12-8-2025).
Saat ini saja berbagai pajak sudah sangat membebani masyarakat. Tarifnya pun naik berkali-kali lipat seperti kasus kenaikan tarif PBB di Pati kemarin .
Kebijakan pajak yang dipaksakan permintaan sangat ironis dilakukan mengingat Indonesia memiliki SDA melimpah. Sayangnya sistem Kapitalis hari ini memberi ruang agar kekayaan SDA yang seharusnya bisa dinikmati hasilnya oleh rakyat diserahkan kepada swasta atau asing. Rakyat semakin susah sementara para kapitalis semakin bergelimang harta. Bukan hanya itu, berbagai kebijakan/undang-undang dibuat untuk memanjakan mereka. Rakyat tidak bisa berbuat banyak karena pemerintah mengambilnya secara paksa.
Yang paling membuat geram adalah uang hasil pajak tidak membuat rakyat sejahtera. Hasil pajak digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kapitalis. Uang pajak juga tidak luput dari incaran para koruptor.
Secara teknis memang pajak itu mirip dengan zakat dan wakaf karena sama-sama ditarik dari rakyat oleh penguasa. Namun pada hakikatnya berbeda.
Dalam Islam zakat adalah kewajiban seseorang muslim yang kaya atas harta yang telah melebihi nisab dan mencapai haul. Sementara wakaf bukanlah kewajiban melainkan sunah (dianjurkan).
Zakat dikhususkan pembagiannya untuk asnab delapan yaitu fakir, miskin, Amil, Mualaf, Riqab (budak yang ingin memerdekakan dirinya), Gharimin (orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya), Fisabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), dan Ibnu Sabil (musafir yang butuh bantuan).
Zakat bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu orang-orang yang memang berhak agar terjadi keseimbangan ekonomi. Dalam Islam harta tidak boleh beredar hanya di segelintir orang.
Zakat hanya diwajibkan untuk sesuatu yang sudah ditetapkan oleh syariat yaitu zakat fitrah, dan zakat harta. Besar dan waktu pengeluaran juga sudah diatur sedemikian rupa oleh Islam.
Nabi Muhammad saw. pernah bersabda:
"Tidak ada kewajiban zakat pada harta yang kurang dari lima wasaq ( ukuran takaran) kurma, perak yang kurang dari lima uqiyah (ukuran berat) dan pada hewan yang kurang dari 36 ekor kambing.” (HR. Abu Dawud).
Sementara wakaf adalah pemberian harta kekayaan yang tidak dapat diubah atau dipindahtangankan kepada orang lain. Wakaf bertujuan untuk kepentingan umum seperti pembangunan masjid, sekolah dan rumah sakit. Wakaf tidak boleh ditarik kembali, ia dikelola dan dikembangkan oleh pengelola wakaf.
Sedangkan pajak adalah kewajiban yang dikenakan negara kepada warganya untuk membiayai kegiatan pemerintah.
Pajak hukumnya wajib dan ada sanksi jika tidak dipenuhi. Tidak ada kepastian objek, dan besaran/tarif pajaknya. Semua bisa berubah tergantung kondisi dan kebijakan pemerintah. Waktu penarikannya juga tidak terbatas bahkan seumur hidup kita akan terus dikenakan pajak. Tidak peduli apakah yang membayar pajak suka atau tidak, pajak akan tetap ditarik karena sifatnya memaksa.
Pandangan Islam
Islam telah mengatur terkait zakat, wakaf dan pajak. Khusus zakat, penerima dan orang yang wajib mengeluarkan zakat sudah ditetapkan oleh syariat berdasarkan dalil, tidak bisa diutak-atik. Selamanya akan seperti itu. Bahkan uang zakat tidak boleh diperuntukkan kecuali kepada asnab delapan meskipun demi kemaslahatan atau mayoritas masyarakat bermufakat.
Dalam Islam sumber pemasukan negara sangat banyak, seperti fai, ghanimah, jizyah, zakat, pengelolaan kepemilikan umum, dan lainnya.
Dalam Islam ada namanya dharibah, yaitu pungutan yang dilakukan penguasa kepada orang-orang kaya, laki-laki, yang sifatnya situasional. Jadi sangat keliru sekali jika ada yang menyamakan zakat dan wakaf dengan pajak hari ini. Ketiganya serupa yaitu pungutan yang diambil dari seseorang, tapi ketiganya tidak sama.
Segala sesuatu seharusnya kita kembalikan kepada syari'at, apa yang diperintahkan kita lakukan dan yang dilarang kita tinggalkan. Tidak boleh kita cocokologi atau berusaha menyesuaikan, menafsirkan ayat atau menggunakan istilah dalam agama sesuai kepentingan kita. Wallahua'lam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar