Opini
Gaza dalam Kepungan Genosida: Saatnya Umat Islam Bangkit
Oleh: Prayudisti SP
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sejak Oktober 2023, lebih dari 60.000 warga Gaza telah kehilangan nyawa akibat agresi brutal Zionis, dan 18.000 di antaranya adalah anak-anak. Ini bukan sekadar konflik bersenjata, melainkan aksi pemusnahan sistematis yang disengaja. Bahkan, menurut laporan terbaru, Israel dikabarkan membiarkan serangan 7 Oktober terjadi demi memperoleh legitimasi untuk menyerbu Gaza secara besar-besaran (SindoNews, 1 Agustus 2025).
Tragisnya, respon dari sebagian besar negara-negara Muslim justru mencerminkan sikap lemah dan kompromistis. Beberapa negara Arab seperti Arab Saudi, Qatar, dan Mesir secara terbuka meminta Hamas melepaskan senjatanya dan menyerahkan kekuasaan Gaza kepada Otoritas Palestina yang dikenal lebih tunduk pada tekanan internasional (CNBC Indonesia, 2 Agustus 2025).
Lebih menyedihkan lagi, Mesir bahkan dilaporkan menekan Imam Besar Al Azhar agar menarik kembali pernyataan kerasnya terhadap Zionis yang menjadi biang kelaparan di Gaza (SindoNews, 24 Juli 2025). Ini menunjukkan bahwa kepentingan geopolitik telah menenggelamkan semangat solidaritas atas dasar iman.
Allah Swt. telah menetapkan bahwa sesama Muslim adalah saudara (QS Al-Hujurat: 10). Ketika satu bagian tubuh umat terluka, seluruh tubuh semestinya turut merasakan sakit (HR. Bukhari & Muslim). Namun kini, banyak pemimpin negeri Islam justru bersikap pasif dan diam seolah tidak memiliki keterikatan akidah dengan saudara mereka di Gaza. Keberpihakan kepada kekuasaan, kenyamanan, dan relasi diplomatik dengan negara adidaya telah membungkam suara keberanian dan membekukan nurani mereka.
Bukan hanya kelaparan fisik yang terjadi di Gaza, tetapi juga pelaparan spiritual dan kesadaran umat Islam secara global. Mereka dicekoki narasi damai palsu seperti "solusi dua negara", padahal kenyataannya itu hanya memperpanjang penderitaan dan legitimasi penjajahan. Meski sejumlah negara seperti Prancis mulai mengakui eksistensi negara Palestina secara formal (CNBC Indonesia, 2 Agustus 2025), langkah tersebut tetap tidak menyentuh akar masalah: keberadaan entitas penjajah Zionis yang terus mencabik-cabik bumi Palestina.
Sejarah Islam menyajikan banyak pelajaran tentang kepemimpinan yang berani dan berpihak kepada umat. Khalifah Al-Mu’tashim dari Dinasti Abbasiyah pernah mengirim pasukan besar hanya karena seorang wanita Muslimah dilecehkan oleh musuh. Sultan Abdul Hamid II juga dengan tegas menolak upaya pembelian tanah Palestina oleh kaum Zionis, meskipun kondisi keuangan khilafah saat itu terpuruk. Pemimpin seperti mereka adalah simbol kehormatan yang menjunjung tinggi kehendak Allah dan menjaga kemuliaan umat.
Allah Swt. telah menjanjikan kebangkitan dan kejayaan bagi umat ini. Firman-Nya dalam QS Ali Imran ayat 110 menyebutkan bahwa umat Islam adalah sebaik-baik umat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dan dalam QS An-Nur ayat 55, Allah menjanjikan kekuasaan kepada mereka yang beriman, beramal salih, serta tidak menyekutukan-Nya. Namun, janji itu tak datang secara otomatis. Dibutuhkan perjuangan yang serius dan menyeluruh.
Krisis Gaza seharusnya menjadi titik balik kebangkitan umat. Ini adalah momen refleksi dan pengingat bahwa umat Islam tidak bisa selamanya bergantung pada sistem sekuler internasional. Hanya sistem Islam yang diterapkan secara kaffah di bawah naungan Khilafah yang mampu menyatukan kekuatan umat dan mengerahkan jihad sebagai solusi total bagi pembebasan Palestina.
Kebangkitan ini memerlukan kepemimpinan ideologis yang bersih dari kepentingan politik duniawi. Jamaah dakwah ideologis yang konsisten menyerukan penerapan Islam secara menyeluruh adalah elemen penting untuk membangun kesadaran umat. Mereka harus menempuh jalan dakwah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw., yang tidak hanya mengubah individu, tapi juga membentuk masyarakat dan negara Islam pertama di Madinah.
Saat ini, kita tidak cukup hanya berdoa atau berdonasi. Umat harus bangkit dengan pemahaman politik Islam yang benar dan keterlibatan aktif dalam perjuangan dakwah. Gaza adalah simbol penderitaan, tetapi juga bisa menjadi pintu menuju kemenangan. Maka jangan sampai kita menjadi saksi pasif dari sejarah, karena kemenangan adalah milik mereka yang berjuang dengan penuh keimanan dan kesabaran.
Via
Opini
Posting Komentar