Opini
Hina Nabi, Bentuk Kebebasan Berekspresi dalam Demokrasi
Oleh: Hany Handayani Primantara, SP.
(Aktivis Muslimah Banten)
TanahRibathMedia.Com—Seni merupakan bagian dari aspek kebebasan berekspresi. Tak ada standar yang pasti dalam hal seni. Semua tergantung dari manusia itu sendiri menilai bagus dan buruk. Maka kebebasan berekspresi dalam hal seni sangat dilindungi di negeri sekuler kapitalis. Atas dasar ini semua orang bebas melakukan segala sesuatu atas dasar seni, termasuk hina Nabi Muhammad yang jelas telah menyakiti masyarakat muslim belakangan ini.
Di Istanbul Turki massa berjumlah 250 hingga 300 orang berdemo memprotes kartun Nabi Muhammad yang dibuat oleh majalah satir LeMan. Polisi datang untuk menenangkan dan membubarkan massa, namun hal itu justru berujung bentrok karena publik kepalang marah (CNNIndonesia.com, 30-06-25). Ini bukan kali pertama para penjunjung kebebasan menghina Nabi. Tidak ada sanksi hukum yang mampu membuat mereka jera karena hukum saat ini tidak tegas.
Kebebasan Berekspresi yang Absurd
Walaupun pihak majalah satir LeMan menyangkal adanya penghinaan terhadap Nabi Muhammad, pemerintah tetap melakukan penangkapan. Sebab rakyat muslim Turki tetap tidak bisa menerimanya. Kebebasan berekspresi seringkali mengusik umat Islam. Dalih berlindung di balik kebebasan berekspresi, musuh Islam merasa mendapat perlindungan hukum. Kebencian musuh-musuh Islam telah membutakan hati mereka. Apapun bisa mereka lakukan demi menghancurkan serta merendahkan Islam.
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu simbol yang diagungkan dalam sistem demokrasi. Atas dasar kebebasan itulah mereka melegalkan pembuatan karikatur yang terang-terangan menghina umat Islam. Mereka mengklaim bahwa selama kebebasan tersebut dilakukan secara bertanggung jawab, selama itulah mereka tetap dilindungi oleh hukum.
Jika diamati dengan seksama, sebenarnya ide kebebasan berekspresi merupakan ide yang absurd. Bagaimana bisa orang bebas berekspresi jika diikat oleh sebuah tanggung jawab. Artinya aktivitas tersebut masih terikat oleh sesuatu, bukan bebas dalam makna sebenarnya. Begitulah mereka memaksakan konsep ide kebebasan berekspresi. Ide yang lahir dari pemahaman sekuler kapitalistik menjelma jadi sebuah peradaban usang.
Peradaban Islam Menjaga Kemuliaan
Berbeda dengan peradaban yang dibangun atas landasan akidah sekuler. Islam dengan asas akidah yang lurus membentuk peradaban Islam yang unggul. Peradaban Islam tidak dibangun untuk mendapatkan manfaat materi semata, apalagi hanya memuaskan nafsu kebebasan berekspresi atas dasar seni. Peradaban Islam terefleksi dalam Daulah Khilafah Islamiyyah. Sebuah negara yang mampu menerapkan semua peraturan Islam kaffah. Berkat kehadiran daulah, maka mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam dapat dipenuhi. Sejarah panjang telah membuktikannya, bahkan diakui oleh sejarawan Barat yang obyektif.
Islam juga memiliki sistem sanksi tegas dan membuat jera bagi pelaku yang menghina Nabi Muhammad saw. Secara detil dijelaskan dalam hukum syara beragam sanksi yang akan didapat sesuai dengan bentuk penghinaan yang dilakukan. Tidak ada yang lolos dari jerat hukum, baik ia berstatus kafir harbi, kafir dzimi maupun seorang muslim sekalipun. Menghina Allah, Rasulnya, maupun ayat-ayatnya termasuk penyebab kekafiran, jika pelakunya muslim, bisa berakibat menjadikannya keluar dari agama Islam (murtad). Sebab agama ini dibangun atas pondasi prinsip-prinsip yang mengagungkan Allah dan Rasul-Nya.
Maka sebaik-baiknya seorang muslim harus senantiasa menjaga lisan dan perilakunya agar tidak terjerumus terhadap dosa, baik secara sengaja maupun tidak. Adapun sanksi tegas bagi kaum kafir jadi sebuah peringatan bahwa ketika Islam diterapkan, maka mereka tidak mudah berbuat nista. Menunjukkan kekuatan Islam sesungguhnya sebagai negara yang berwibawa. Demikianlah Islam menjaga kemuliaan agar manusia bisa menjalankan kehidupan sosial masyarakat dengan penuh kedamaian. Saling menghargai dan menghormati keyakinan masing-masing.
Wallahu alam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar